JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ketentuan mengenai pemberian premi atau imbalan berupa uang bagi masyarakat yang melaporkan dugaan korupsi masih berlaku.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, ketentuan tersebut berlaku bagi orang yang melaporkan kasus korupsi kerugian negara.
“Kalau bicara premi tadi adalah terkait dengan kerugian keuangan negara, peraturan pemerintahnya masih berlaku,” kata Ali saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Selasa (7/3/2023).
Ali mengatakan, terdapat 30 perbuatan yang masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Dari 30 tersebut kemudian diklasifikasikan lebih lanjut menjadi tujuh.
Baca juga: Wakil Ketua KPK soal Pejabat Sembunyikan Kekayaan: Kita Tunggu Informasi dari Netizen
Salah satu di antaranya adalah korupsi yang berhubungan dengan kerugian negara. Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Ali mengatakan, suap, pemerasan, gratifikasi, hingga menghalangi penyidikan dan penuntutan masuk dalam korupsi. Tetapi, perbuatan tersebut tidak berhubungan dengan kerugian negara.
“Selebihnya, 28 tipologi lainnya tidak berkaitan kerugian keuangan negara,” ujar Ali.
Ia mengungkapkan, ketika seseorang melaporkan dugaan korupsi terkait kerugian negara dan perkara itu terbukti benar di pengadilan hingga inkracht (berkekuatan hukum tetap), maka pelapor berhak mendapatkan premi.
“Dia berhak untuk mendapatkan premi tersebut, itu berkaitan kerugian keuangan negara,” kata Ali.
Baca juga: KPK: Perlu Penyempurnaan Regulasi Pengaturan Sanksi bagi Pejabat Negara yang Tak Patuh LHKPN
Adapun ketentuan mengenai premi ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 Tahun 2018 Tentang Tata Cara pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 17 Ayat 1 PP tersebut menyatakan bahwa pelapor mendapatkan premi 2 persen (dua permil) dari jumlah kerugian kerugian keuangan negara yang dapat dikembalikan kepada negara.
“Besaran premi yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak Rp 200.000.0000,” sebagaimana dikutip dari Ayat (2) Pasal tersebut.
Sebelumnya, KPK meminta bantuan publik agar mengulik harta kekayaan pejabat negara yang tidak wajar dan menjadikannya viral di media sosial.
Baca juga: KPK Sebut Perkara Rafael Masuk Tahap Penyelidikan
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, tindakan itu perlu dilakukan agar banyak pihak bergerak dan pejabat menjadi takut untuk berbuat macam-macam.
"Coba teman-teman wartawan dan netizen, kalau itu bisa melacak aset para pejabat penyelenggara negara, kemudian viralkan. Sehingga apa? Banyak yang gerak. Itu kan juga salah satu dorongan supaya pejabat tidak bertindak macam-macam. Kan begitu. Itu sebetulnya dorongnya ke sana," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada awak media, Selasa (28/2/2023).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.