JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, transaksi ganjil eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo bisa berujung pidana.
Ia menduga, ada tindak pidana pencucian uang (TPPU) di balik transaksi mencurigakan tersebut.
"TPPU pidana serius lebih dari korupsi ya, ancamannya lebih daripada korupsi," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (2/3/2023).
"Memang pencucian uang Rafael itu harus ditindak," kata dia.
Baca juga: KPK Akan Panggil Istri Rafael Alun Trisambodo: Transaksinya Banyak di Rekening Dia
Mahfud menyampaikan, dia baru mengetahui soal kekayaan Rafael setelah kasus penganiayaan yang dilakukan anak Rafael, Mario Dandy Satrio.
Setelah itu, dia menghubungi Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Sekretaris PPATK.
Saat itu, PPATK menyampaikan bahwa harta kekayaan Rafael sudah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Itu saya telepon KPK ini ada laporan sebelum saya jadi Menkopolhukam. Itu saya tahu sesudah ada peristiwa kriminal itu. Maka saya suruh periksa dan sudah diperiksa,” ujar Mahfud.
Sebelumnya, PPATK menyebutkan, laporan hasil analisis (LHA) mengenai transaksi ganjil eks pejabat DJP Rafael Alun Trisambodo terkait dugaan pencucian uang
Baca juga: KPK Diminta Gesit Usut Harta Rafael Alun Hindari Dugaan Pidana Kedaluwarsa
Ketua Kelompok Humas PPATK M Natsir Kongah mengatakan, setiap LHA yang dikirim lembaganya ke aparat penegak hukum terkait dugaan TPPU.
“Setiap hasil analisis yang disampaikan kepada penyidik tentu ada indikasi tindak pidana pencucian uangnya,” kata Natsir saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/3/2023).
Sementara itu, Ketua PPATK Ivan Yustiavandana menyebut, pihaknya telah menemukan aktivitas transaksi mencurigakan Rafael sejak lama.
Pada 2012, PPATK menemukan dugaan Rafael memerintahkan orang lain untuk membuat rekening dan melakukan transaksi.
“Signifikan tidak sesuai profil yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan saat dihubungi awak media, Jumat (24/2/2023).
Penggunaan nominee merupakan modus yang kerap dilakukan oleh para pelaku tindak pidana untuk menyamarkan uang hasil kejahatan mereka.
Dalam kasus ini, perantara tersebut diduga menjadi tangan panjang Rafael. “Menyuruh orang buka rekening dan transaksi,” ucap Ivan.
Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan bahwa dalam mengusut dugaan TPPU, aparat penegak hukum baik KPK maupun Kejaksaan Agung mesti menemukan pidana pokoknya terlebih dahulu.
Dalam undang-undang mengenai TPPU, predicate crime atau pidana pokok bisa berupa korupsi, terorisme, maupun perdagangan narkoba.
“Jadi misalnya TPPU 2012, ya dilihat apakah dia menerima suap pada tahun 2012 juga,” ujar Samad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.