KPU lalu tebang pilih lagi bahwa dipertahankannya dapil-dapil itu tak terlepas dari pertimbangan hukum dalam putusan MK nomor 80/PUU-XX/2022 tadi, tepatnya pertimbangan hukum nomor 3.15.4.
"Khususnya pada kalimat yang terdapat dalam baris ke-6 sampai ke-8 yang berbunyi: 'Langkah yang mesti dilakukan adalah mengeluarkan rincian pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi dari lampiran UU 7/2017 dan menyerahkan penetapannya kepada KPU melalui Peraturan KPU'," ujar Idham kepada Kompas.com, Senin (6/2/2023).
Baca juga: Ramlan Surbakti: KPU Langgar Etika dan Tak Hormati Hukum karena Enggan Tata Ulang Dapil
Idham tak mengatakan bahwa dalam putusan yang sama, MK menerbitkan beberapa pertimbangan hukum lain juga yang bisa jadi pijakan KPU buat menata ulang dapil, jika mau.
Dalam pertimbangannya, MK mengaitkan putusannya dengan isu ketidakpastian hukum yang muncul akibat ketidaksinkronan prinsip penyusunan dapil dan susunan dapil yang dihasilkan dalam UU Pemilu. Hal ini ditekankan MK pada pertimbangan hukum nomor 3.15.3.
Selanjutnya, dalam pertimbangan hukum nomor 3.15.5, MK menegaskan bahwa penyusunan dapil harus dilakukan oleh penyelenggara pemilu, guna menutup kepentingan politis di balik penyusunan dapil dan penetapan alokasi kursi. Sebab, DPR RI berisi partai-partai politik yang notabene peserta pemilu.
Sederet peristiwa ini dianggap sebagai preseden buruk ketatanegaraan. Mantan Ketua KPU RI Ramlan Surbakti menilai lembaga yang pernah dipimpinnya itu telah melanggar etik sekaligus tidak menaruh hormat terhadap hukum.
Ramlan, yang sebelumnya dilibatkan KPU RI sebagai anggota tim pakar untuk mengkaji penyusunan dan penataan ulang dapil pascaputusan MK, menilai para komisioner harus diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Karena tidak menghormati hukum, tidak melaksanakan hukum, terang-terangan tidak perlu pakai interpretasi," ujar guru besar ilmu politik Universitas Airlangga itu, dalam diskusi virtual yang dihelat Indonesia Corruption Watch (ICW) bertajuk "Jelang Sidang Kecurangan Pemilu: DKPP Harus Tindak Penyelenggara Bermasalah", Selasa (7/2/2023).
Baca juga: Parpol Lama Dinilai Diuntungkan karena Dapil DPR dan DPRD Provinsi Tak Berubah
"Kalau KPU tidak menjalankan undang-undang, berarti KPU menyelenggarakan pemilu atas dasar apa? Oh, ada tekanan ini, karena dia lebih takut kepada parpol di DPR daripada kita-kita ini, daripada undang-undang," katanya lagi.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai preseden ini berpotensi jadi sumber sengketa pada Pileg 2024.
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengingatkan bahwa dapil merupakan arena kompetisi para calon anggota legislatif (caleg) dan partai politik.
MK telah meminta agar dapil DPR RI dan DPRD provinsi ditata ulang mengikuti penyusunan dapil yang baik sesuai Pasal 185 UU Pemilu.
"Kalau mereka potensi mendapatkan kursinya lebih besar jika dapil disusun sesuai prinsip Pasal 185 UU Pemilu, lalu kenyataannya dapilnya berbeda (dalam PKPU), mereka mungkin menggugat," ujar Ninis kepada Kompas.com pada Selasa (7/2/2023).
Baca juga: Perludem Sebut Dapil Tak Ditata Ulang Berpotensi Lahirkan Sengketa Peserta Pemilu 2024
"Kenapa KPU tidak menata padahal menurut putusan MK dapil ini harus ditata berdasarkan prinsip Pasal 185?" katanya lagi.
Namun, lebih dari itu, tidak ditata ulangnya hampir seluruh dapil DPR RI dan DPRD provinsi, dianggap membuat partai-partai politik bisa menarik napas panjang.
Sebab, Iii berarti, "investasi" mereka di masing-masing dapil masih bisa tetap terjaga.
"(Partai-partai politik) sudah punya pemetaan kuatnya di dapil mana sejak 2009. Partai politik sudah bersiap sejak awal strateginya bagaimana, menempatkan orang di dapil mana," ujar Ninis.
"Sepanjang mereka sudah persiapkan, mereka harus beradaptasi lagi kalau dapil ini berubah. Apalagi, kalau berubahnya signifikan, apa yang mereka sudah investasikan sejak 2009 yang lalu harus diatur ulang. Ini kan sudah membuat nyaman," katanya lagi.
Baca juga: Parpol Lama Dinilai Diuntungkan karena Dapil DPR dan DPRD Provinsi Tak Berubah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.