JAKARTA, KOMPAS.com - Permintaan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian supaya kepala daerah tidak diselidiki atau diperiksa oleh aparat penegak hukum terkait laporan dugaan korupsi proyek ditengarai akibat dampak dari praktik mafia peradilan yang diduga masih merajalela.
"Itu adalah praktik mafia peradilan, penegak hukum memeras kepala daerah," kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Danang Widoyoko, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/2/2023).
Menurut Danang, hal-hal seperti itu terjadi secara luas di daerah. Yakni para penyidik menekan para kepala daerah ketika mereka menemukan dugaan kerugian negara dalam pelaksanaan sebuah proyek atau program di daerah.
Danang menilai Tito yang merupakan mantan Kapolri memahami betul persoalan tersebut.
Baca juga: Mendagri Minta Aparat Tak Selidiki Kepala Daerah: Diberi Pendampingan Saja
Akan tetapi, kata Danang, ketika Tito masih menjabat sebagai Kapolri justru persoalan dugaan mafia peradilan yang ditengarai melibatkan penyidik kepolisian tidak diselesaikan dengan baik.
Alhasil, saat ini persoalan itu tetap terjadi dan Tito akhirnya menerima keluhan dari para kepala daerah terkait hal itu.
"Saat menjabat sebagai Mendagri, Tito minta penegak hukum tidak menyelidiki Kepala Daerah. Ini PR yang tidak dikerjakan Tito saat jadi Kapolri, dan kini menjadi persoalan ketika ia menjadi Mendagri," ucap Danang.
Dalam rapat koordinasi dengan Gubernur Sulawesi Selatan beserta kepala daerah 24 kabupaten di Sulsel pada Jumat (27/1/2023) lalu, Tito kembali menegaskan alasan di balik usulan supaya aparat penegak hukum tidak menyelidiki dan memanggil kepala daerah.
Baca juga: ICW Minta Mendagri Benahi Logika soal Usul Kepala Daerah Tak Diselidiki
Menurut Tito, pernyataannya didasari oleh banyaknya laporan yang diterima dari kepala daerah.
Di mana, kepala daerah sementara menjalankan program kerjanya namun sudah diproses APH.
"Banyak kepala daerah keluhkan pemanggilan APH saat menjalankan program. Program sementara berjalan, namun sudah dipanggil karena hanya adanya laporan. Tentunya, kepala daerah berpikir atau ketakutan menjalankan programnya," kata Tito.
Tidak jalannya program kerja kepala daerah, lanjut Tito, berdampak pada serapan belanja daerah.
Baca juga: Usul Mendagri Supaya Kepala Daerah Tak Diselidiki Dinilai Tak Sesuai UU
Kurangnya serapan belanja daerah tentu berdampak kerugian besar kepada masyarakat.
"Program kerja masih berjalan, tentu belum selesai dan tentunya belum ada hasil audit ataupun kerugian negara. Ini APH sudah memanggil kepala daerah hanya berdasarkan laporan yang diterimanya," ujar dia.
Laporan yang diterima APH, ungkap Tito, dinilai politis. Di mana laporan-laporan yang diterima kebanyakan berasal dari laporan lawan politik kepala daerah tersebut.
"Jangan sampai ketakutan kepala daerah untuk kepada APH karena dipanggil, dipanggil, lidik (penyelidikan), dipanggil, lidik, moril akan jatuh. Harusnya, APH menjadi pendamping kepala daerah dalam menjalankan program kerja untuk kepentingan masyarakat," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.