Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Minta Mendagri Benahi Logika soal Usul Kepala Daerah Tak Diselidiki

Kompas.com - 27/01/2023, 19:45 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian harus membenahi logika terkait usulan supaya aparat penegak hukum tidak menyelidiki atau memanggil kepala daerah terkait penanganan sebuah kasus.

"Logika berpikir Tito pun penting diluruskan. Sebab, dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kepala daerah yang melakukan kejahatan, justru rakyat diuntungkan karena terbebas dari pemimpin korup," kata Kurnia dalam keterangannya seperti dikutip Kompas.com, Jumat (27/1/2023).

Kurnia juga meminta supaya Tito membaca lagi data tentang kasus korupsi politik yang melibatkan kepala daerah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Kurnia, dari data tentang kasus rasuah politik yang melibatkan kepala daerah memperlihatkan fenomena maraknya korupsi politik di Indonesia.

Baca juga: Mendagri Minta Aparat Tak Selidiki Kepala Daerah: Diberi Pendampingan Saja

"Bisa dibayangkan, sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK," lanjut Kurnia.

Kurnia mengatakan, 178 kepala daerah yang terlibat rasuah itu menandakan praktik korupsi di daerah tergolong parah.

"Akut, kronis, dan mengkhawatirkan," ucap Kurnia.

Seperti diberitakan sebelumnya, Tito menyampaikan permintaan itu dengan alasan khawatir para kepala daerah jadi takut dengan kehadiran aparat penegak hukum karena diselidiki dan dipanggil.

Baca juga: Mendagri Sebut Sudah Temui Perangkat Desa yang Demo di DPR, Bicarakan 3 Tuntutan

"Jangan sampai ketakutan kepala daerah untuk kepada APH karena dipanggil, dipanggil, lidik (penyelidikan), dipanggil, lidik, moril akan jatuh," ujar Tito dalam sambutannya di rapat koordinasi inspektorat daerah seluruh Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Tito menjelaskan, apabila kepala daerah diselidiki, maka mereka jadi tidak berani dalam mengeksekusi suatu program.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang kerap mengusut kasus-kasus korupsi yang bermula dari proyek yang biasanya melibatkan kepala daerah.

Menurut Tito, jika kepala daerah jadi tidak berani mengeksekusi program karena takut ditangkap, maka yang menjadi korban adalah rakyat.

"Kalau program tidak tereksekusi, maka anggaran APBD akan mandat, pembangunan tidak jalan, rakyat yang menjadi korban," tuturnya.

Baca juga: Soal Perpanjangan Masa Jabatan Kades, Mendagri Minta Buat Kajian

"Kalau seandainya program-program tidak jalan, jalan-jalan rusak, saluran air tidak beres, irigasi tidak ada, karena takut dieksekusi," sambung Tito.

Maka dari itu, Tito memohon kepada Kapolri hingga Jaksa Agung untuk cukup memberi pendampingan saja kepada kepala daerah.

Tito menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana penegakan hukum adalah upaya terakhir.

"Mohon betul agar kepala-kepala daerah, para pimpinan daerah ini mereka diberikan pendampingan. Ini arahan Bapak Presiden, mengedepankan pendampingan, penegakan hukum sebagai upaya terakhir," imbuh Tito.

(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Sabrina Asril)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com