JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian harus membenahi logika terkait usulan supaya aparat penegak hukum tidak menyelidiki atau memanggil kepala daerah terkait penanganan sebuah kasus.
"Logika berpikir Tito pun penting diluruskan. Sebab, dengan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kepala daerah yang melakukan kejahatan, justru rakyat diuntungkan karena terbebas dari pemimpin korup," kata Kurnia dalam keterangannya seperti dikutip Kompas.com, Jumat (27/1/2023).
Kurnia juga meminta supaya Tito membaca lagi data tentang kasus korupsi politik yang melibatkan kepala daerah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Kurnia, dari data tentang kasus rasuah politik yang melibatkan kepala daerah memperlihatkan fenomena maraknya korupsi politik di Indonesia.
Baca juga: Mendagri Minta Aparat Tak Selidiki Kepala Daerah: Diberi Pendampingan Saja
"Bisa dibayangkan, sejak 2004 hingga 2022 setidaknya ada 178 kepala daerah diproses hukum oleh KPK," lanjut Kurnia.
Kurnia mengatakan, 178 kepala daerah yang terlibat rasuah itu menandakan praktik korupsi di daerah tergolong parah.
"Akut, kronis, dan mengkhawatirkan," ucap Kurnia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tito menyampaikan permintaan itu dengan alasan khawatir para kepala daerah jadi takut dengan kehadiran aparat penegak hukum karena diselidiki dan dipanggil.
Baca juga: Mendagri Sebut Sudah Temui Perangkat Desa yang Demo di DPR, Bicarakan 3 Tuntutan
"Jangan sampai ketakutan kepala daerah untuk kepada APH karena dipanggil, dipanggil, lidik (penyelidikan), dipanggil, lidik, moril akan jatuh," ujar Tito dalam sambutannya di rapat koordinasi inspektorat daerah seluruh Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Tito menjelaskan, apabila kepala daerah diselidiki, maka mereka jadi tidak berani dalam mengeksekusi suatu program.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang kerap mengusut kasus-kasus korupsi yang bermula dari proyek yang biasanya melibatkan kepala daerah.
Menurut Tito, jika kepala daerah jadi tidak berani mengeksekusi program karena takut ditangkap, maka yang menjadi korban adalah rakyat.
"Kalau program tidak tereksekusi, maka anggaran APBD akan mandat, pembangunan tidak jalan, rakyat yang menjadi korban," tuturnya.
Baca juga: Soal Perpanjangan Masa Jabatan Kades, Mendagri Minta Buat Kajian
"Kalau seandainya program-program tidak jalan, jalan-jalan rusak, saluran air tidak beres, irigasi tidak ada, karena takut dieksekusi," sambung Tito.
Maka dari itu, Tito memohon kepada Kapolri hingga Jaksa Agung untuk cukup memberi pendampingan saja kepada kepala daerah.
Tito menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana penegakan hukum adalah upaya terakhir.
"Mohon betul agar kepala-kepala daerah, para pimpinan daerah ini mereka diberikan pendampingan. Ini arahan Bapak Presiden, mengedepankan pendampingan, penegakan hukum sebagai upaya terakhir," imbuh Tito.
(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Sabrina Asril)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.