Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY: Soal Sekretaris MA, Selama Ada Dugaan Langgar Etik Akan Kami Periksa

Kompas.com - 26/12/2022, 16:48 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) membuka peluang untuk memeriksa Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan jika pejabat struktural tersebut terbukti melakukan dugaan pelanggaran etik.

Adapun pelanggaran etik itu masih terkait dugaan suap yang menjerat sejumlah hakim agung.

Wakil Ketua KY, M Taufiq HZ mengatakan, pihaknya tidak akan mengecualikan satu pun anggota MA yang diduga melanggar etik.

“Mengenai Hasbi Hasan, sepanjang ada dugaan pelanggaran etik kita akan periksa. Jadi enggak ada pengecualian begitu,” kata Taufiq saat ditemui awak media di gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (26/12/2022).

Baca juga: KY akan Periksa Hakim Yustisial MA yang Terjaring OTT KPK Hari Ini

Selain Hasbi Hasan, KY membuka peluang melakukan pemeriksaan terhadap Hakim Agung Takdir Rachmadi.

Mengutip Kompas.id, Takdir merupakan Ketua Majelis Peninjauan Kembali (PK) perkara perdata Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Ia didampingi dua hakim anggota, Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, nama Takdir Rahmadi juga muncul dalam kasasi perkara perdata Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (SKM).

Putusan perkara tersebut diduga telah dikondisikan dengan sejumlah suap. Sejauh ini, KPK mengungkap bahwa panitera perkara itu, Edy Wibowo diduga menerima suap Rp 3,7 miliar.

Suap diberikan oleh Ketua Yayasan Rumah Sakit SKM, Wahyudi Hardi. Ia merasa keberatan atas putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar yang menyatakan yayasannya pailit.

Baca juga: KPK Buka Peluang Usut Sunat Hukuman Edhy Prabowo yang Diputus Gazalba Saleh

Adapun Taufiq tidak bisa menentukan isi putusan karena ia hanya duduk sebagai panitera.

Mahkamah Agung, melalui Majelis Hakim yang dipimpin Takdir Rachmadi, Nurul Elmiyah dan Rahmi Mulyati membatalkan putusan pengadilan itu dan menyatakan Yayasan RS Sandi Karsa Mandiri tidak pailit.

“Begitu juga dengan Prof Takdir, kalau ada dugaan pelanggaran etik tetap kita periksa. Karena memang itu kewajiban kita,” kata Taufiq.

Setelah melakukan OTT pada 22 September lalu dan menetapkan 10 tersangka, termasuk Sudrajad Dimyati, KPK terus mengembangkan penyidikan.

Sampai saat ini, 14 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebanyak dua di antaranya merupakan Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh.

Kemudian, tiga Hakim Yustisial MA bernama Elly Tri pangestu, Prasetyo Utomo, dan Edy Wibowo.

Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Hakim Agung Sudrajad Dimyati 30 Hari

Edy terjerat dalam kasus yang berbeda. Ia diduga menerima suap terkait pengurusan kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.

Tersangka lainnya adalah staf Gazalba Saleh bernama Redhy Novarisza; PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com