Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/12/2022, 14:53 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan menyebut, pihaknya sedang mengusulkan pemberhentian Hakim Agung Gazalba Saleh kepada Presiden Joko Widodo.

KPK menetapkan Gazalba Saleh sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan kasasi pidana Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA.

Saat ini, ia dan satu Haki Agung lainnya, Sudrajad Dimyati mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.

“Sedang diusulkan. Karena Pak Presiden lagi sibuk mungkin,” kata Hasbi saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Senin (12/12/2022). 

Baca juga: PN Jaksel Gelar Sidang Perdana Gugatan Praperadilan Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh

Hasbi mengatakan, pemberhentian Gazalba Saleh masih menunggu Presiden Joko Widodo. 

Adapun Sudrajad Dimyati saat ini telah diberhentikan sementara dari MA. Informasi ini sebelumnya disampaikan Ketua Kamar Pengawasan MA Zahrul Rabain di KPK 23 September lalu.

Senada dengan Zahrul, Hasbi juga menyebut pemberhentian terhadap hakim agung berlaku untuk sementara, bukan permanen.

“Yang sudah biasanya diberhentikan sementara itu karena belum inkrah,” kata Hasbi.

Baca juga: KPK Buka Peluang Usut Sunat Hukuman Edhy Prabowo yang Diputus Gazalba Saleh

Adapun Hasbi mendatangi KPK pada hari ini untuk menjalani pemeriksaan terkait dugaan suap pengurusan perkara yang menjerat Gazalba Saleh. 

Hasbi enggan membeberkan berapa jumlah pertanyaan yang dicecar oleh penyidik. Ia hanya menyebut, keterangan yang sama sudah ia berikan pada pemeriksaan sebelumnya.

“Enggak ada intinya, mudah-mudahan enggak ada. Saya sudah menjelaskan di dahulu, hanya penegasan saja,” ujar Hasbi.

KPK sebelumnya menahan dua hakim agung, dua hakim yustisial MA, sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di MA, dua pengacara, serta sejumlah pihak swasta.

Mereka terseret dalam suap pengurusan perkara kasasi perdata dan pidana serta Peninjauan Kembali (PK) KSP Intidana.

Adapun nama-nama para tersangka tersebut antara lain dua bawahan Gazalba Saleh, Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti pada Kamar Pidana Gazalba Saleh bernama Prasetu Nugroho yang juga diketahui sebagai asisten Gazalba Saleh.

Kemudian, Hakim Agung Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangesti, PNS kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie, serta PNS MA Albasri dan Nuryanto Akmal. Mereka ditetapkan sebagai penerima suap.

Baca juga: KPK Panggil Hakim Agung Gazalba Saleh Hari Ini

Sementara itu, tersangka pemberi suapnya adalah Yosep Parera dan Eko Suparno selaku advokat, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID).

Ditemui awak media di KPK, Yosep Parera mengaku dimintai uang sebesar sebesar 100.000 dollar Amerika Serikat, 220.000 dollar Singapura, dan 202.000 dollar Singapura oleh Desy.

Uang tersebut dimintakan terkait tiga perkara KSP Intidana di MA, yakni kasasi perdata, kasasi pidana, dan Peninjauan Kembali (PK).

“Ada 3 saya lupa ya, tanya pada penyidik ya. 100.000 dollar AS, kemudian 220 (ribu dollar Singapura), kemudian yang terakhir 202 (ribu dollar Singapura),” kata Yosep saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (2/12/2022).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Eks Pejabat DKJA Divonis 5 Tahun Penjara Terkait Korupsi Proyek Jalur Kereta Api

Eks Pejabat DKJA Divonis 5 Tahun Penjara Terkait Korupsi Proyek Jalur Kereta Api

Nasional
Ganjar Cari Tahu Alasan Elektabilitasnya Anjlok, Duga karena Menyebarnya Isu Tertentu

Ganjar Cari Tahu Alasan Elektabilitasnya Anjlok, Duga karena Menyebarnya Isu Tertentu

Nasional
Elektabilitas Terendah di Litbang 'Kompas', Ganjar: Pemicu agar Berpacu Lebih Baik

Elektabilitas Terendah di Litbang "Kompas", Ganjar: Pemicu agar Berpacu Lebih Baik

Nasional
Jumlah Pemilih Bimbang Masih Tinggi, Anies: Artinya, Angka yang Muncul Belum Stabil

Jumlah Pemilih Bimbang Masih Tinggi, Anies: Artinya, Angka yang Muncul Belum Stabil

Nasional
Banyak Pemilih PDI-P dan Jokowi Berpaling ke Prabowo, Ganjar: Kita Konsolidasikan

Banyak Pemilih PDI-P dan Jokowi Berpaling ke Prabowo, Ganjar: Kita Konsolidasikan

Nasional
Jalan Imam Bonjol Depan KPU RI Steril Besok Sore Jelang Debat Capres

Jalan Imam Bonjol Depan KPU RI Steril Besok Sore Jelang Debat Capres

Nasional
Anies Singgung Peran TGUPP Bisa Bantu Lancarkan Eksekusi Program Pemerintah

Anies Singgung Peran TGUPP Bisa Bantu Lancarkan Eksekusi Program Pemerintah

Nasional
Kunjungi Tembagapura, Puan Maharani dan Arifin Tasrif Apresiasi Kinerja Freeport

Kunjungi Tembagapura, Puan Maharani dan Arifin Tasrif Apresiasi Kinerja Freeport

Nasional
Tanggapi Survei Litbang 'Kompas', PDI-P Yakin Elektabilitas Ganjar-Mahfud Akan Meningkat

Tanggapi Survei Litbang "Kompas", PDI-P Yakin Elektabilitas Ganjar-Mahfud Akan Meningkat

Nasional
Jokowi Sebut Stasiun Pompa Air Sentiong Bisa Kurangi Banjir di 7 Kecamatan Jakarta

Jokowi Sebut Stasiun Pompa Air Sentiong Bisa Kurangi Banjir di 7 Kecamatan Jakarta

Nasional
Tanggapi Survei Litbang 'Kompas', Anies: Makin Banyak Warga Sadar Butuh Perubahan

Tanggapi Survei Litbang "Kompas", Anies: Makin Banyak Warga Sadar Butuh Perubahan

Nasional
Menurut Jokowi, Pemerintah Masih Diskusi dengan UNHCR soal Pengungsi Rohingya di RI

Menurut Jokowi, Pemerintah Masih Diskusi dengan UNHCR soal Pengungsi Rohingya di RI

Nasional
Suara Jokowi Bukan Beralih ke Ganjar-Mahfud, PDI-P Perkuat Kampanye 'Door to Door'

Suara Jokowi Bukan Beralih ke Ganjar-Mahfud, PDI-P Perkuat Kampanye "Door to Door"

Nasional
Blusukan di Pasar Rumput, Gibran: Tren Akhir Tahun Harga Naik, Makanya Kita Borong Cabai

Blusukan di Pasar Rumput, Gibran: Tren Akhir Tahun Harga Naik, Makanya Kita Borong Cabai

Nasional
Anies Sebut Kemungkinan Indonesia Bernasib seperti Yugoslavia jika Ketimpangan Ekonomi Tak Diperhatikan Pemerintah

Anies Sebut Kemungkinan Indonesia Bernasib seperti Yugoslavia jika Ketimpangan Ekonomi Tak Diperhatikan Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com