Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah dan Dinamika DPR

Kompas.com - 23/10/2022, 05:22 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang bertugas mewakili suara rakyat.

DPR mengemban tugas dan fungsi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amendemen, yaitu sebagai lembaga pembentuk undang-undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah, dan fungsi anggaran.

Baca juga: Pimpinan DPR Dilaporkan ke Ombudsman Terkait Pemberhentian Hakim MK Aswanto

Lembaga wakil rakyat tercatat sudah berdiri sejak masa kolonial Hindia Belanda.

Pada saat itu terdapat lembaga semacam DPR bernama Volksraad yang dibentuk pada 1918 oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum.

Setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada 1942, Volksraad tidak diakui. Baru setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dibentuk lembaga parlemen untuk mengisi pemerintahan.

Baca juga: Dilaporkan ke Ombudsman karena Berhentikan Hakim MK Aswanto, Pimpinan DPR Buka Suara

Masa KNIP

Di awal kemerdekaan, lembaga-lembaga negara untuk mengisi pemerintahan belum dibentuk semuanya.

Berdasarkan pasal 4 aturan peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang menjadi cikal bakal badan legislatif di Indonesia.

KNIP diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta. Tanggal peresmian KNIP itu yang kemudian dijadikan sebagai Hari Lahir DPR RI.

Baca juga: DPR Minta Pemerintah Tegas Atasi Kasus Gagal Ginjal pada Anak

Pada saat itu KNIP beranggotakan sekitar 137 orang, yang terdiri atas para pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah.

Dalam sidang pertamanya, Mr. Kasman Singodimedjo ditetapkan sebagai ketua KNIP dengan dibantu tiga wakilnya, yaitu Mas Sutardjo Kertohadikusumo, Adam Malik, dan Mr. J. Latuharhary.

KNIP dilantik dan mulai bertugas sejak 29 Agustus 1945 hingga 15 Februari 1950.

DPR dan Senat RIS

Masa awal kemerdekaan Indonesia masih penuh pergolakan. Pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), badan legislatif terbagi menjadi dua majelis, yaitu Senat (beranggotakan 32 orang) dan DPR (beranggotakan 146 orang).

Hak yang dimiliki DPR adalah hak budget, inisiatif, dan amendemen, serta wewenang untuk menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) bersama pemerintah.

DPR juga memiliki hak bertanya, hak interpelasi dan hak angket, tetapi tidak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet.

Baca juga: Pacul Dinilai Tak Langgar Etik soal Pencopotan Hakim Aswanto, MKD: Menyampaikan Keputusan DPR

Periode ini berlangsung antara 15 Februari 1950 hingga 16 Agustus 1950, karena RIS tidak berlangsung lama.

Setelah tercapai kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka dibentuk panitia penyusun RUUD yang disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat serta oleh DPR dan senat RIS pada 14 Agustus 1950.

Setelah itu, diadakan rapat DPR dan Senat pada 15 Agustus 1950 yang menyatakan terbentuknya NKRI.

Tujuannya adalah membubarkan negara RIS yang berbentuk federasi, dan pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Baca juga: Anggota DPR: Banyak Masyarakat yang Belum Kenal Gejala Gangguan Ginjal Akut

Selama periode RIS, DPR berhasil menyelesaikan tujuh buah undang-undang, salah satunya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

Setelah berlakunya undang-undang dasar baru pada 17 Agustus 1950, DPR pun berubah menjadi DPR Sementara atau DPRS.

Masa DPRS dan DPR

Pada 1955, diadakan pemilihan umum (pemilu) pertama dengan total 260 kursi DPRS diperebutkan.

Pemilu ini diadakan pada masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Para anggota DPRS pada pemilu tahun 1955 memiliki tugas dan wewenang yang sama dengan masa DPR sebelumnya.

Hanya saja, pada masa ini terjadi tiga kali perubahan kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamidjojo, dan Kabinet Djuanda.

Baca juga: Komisi III DPR Dukung Reformasi Internal Polri

Dalam susunan legislatif terbaru setelah pemilu terdapat 19 fraksi, yang didominasi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI), Masjumi, NU, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun DPR mengalami kegagalan dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Akibatnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya untuk kembali kepada UUD 1945.

Era Orde Baru Pada Oktober 1965, politik Indonesia mengalami kegaduhan pasca-meletusnya Gerakan 30 September atau G30S yang diduga melibatkan Partai Komunis Indonesia atau PKI.

Merespons situasi yang sedang terjadi, DPR kemudian membekukan 62 anggota DPR fraksi PKI dan Ormasnya.

Baca juga: Viral, Video Nasihat Irjen Teddy Minahasa, Anggota DPR: Sebaiknya Sistem Akan Selalu Ada Oknum

Dalam mengatasi situasi tersebut, DPR memutuskan membentuk dua panitia, yaitu Panitia Politik yang bertugas mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik.

Kemudian Panitia Ekonomi yang bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.

Setelah terjadi transisi pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, DPR memulai tugas dan wewenangnya yang sesuai dengan cita-cita Orde Baru.

Baca juga: Anggota Komisi I DPR Serukan Urgensi Pendataan PMI di Luar Negeri

Tugas utama DPR era Orde Baru adalah:

  • Bersama-sama dengan pemerintah menetapkan APBN sesuai dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945.
  • Bersama-sama dengan pemerintah membentuk UU sesuai dengan pasal 5 ayat 1, pasal 20, pasal 21 ayat 1 dan pasal 22 UUD 1945.
  • Melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah sesuai dengan UUD 1945.

Selama masa Orde Baru, di dalam tubuh DPR terjadi banyak skandal, seperti korupsi dan penyuapan. Hal ini membuat wajah DPR buruk di mata masyarakat.

Buruknya kinerja DPR pada era Orde Baru membuat rakyat tidak puas terhadap para anggota legislatif.

Baca juga: Akhir Perseteruan Komika Mamat Alkatiri dan Anggota DPR Hillary Brigitta...

Hal ini diperparah dengan krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu. DPR juga mendapat kritik dari masyarakat karena dianggap malas bekerja meski telah mendapat fasilitas mewah, seperti gaji besar, kendaraan, dan perumahan.

Puncaknya adalah demonstrasi mahasiswa pada 1998, yang mampu menguasai gedung DPR dan berakhir dengan lengsernya Presiden Soeharto dari jabatannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com