JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad buka suara perihal pelaporan yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan terhadap pimpinan DPR ke Ombudsman atas dugaan maladministrasi terkait pemberhentian hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto.
Dasco mengatakan, apa yang pihak pelapor lakukan itu sebagai suatu yang sah-sah saja.
"Upaya-upaya yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil itu sah-sah saja," ujar Dasco saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/10/2022).
Dasco menjelaskan, mekanisme pemberhentian Aswanto dari Hakim MK sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca juga: Pimpinan DPR Dilaporkan ke Ombudsman Terkait Pemberhentian Hakim MK Aswanto
Apalagi, hasil keputusan pemberhentian Aswanto juga berdasarkan keputusan di rapat paripurna DPR.
"Hasil keputusan paripurna menyetujui. Lalu, kemudian diambil sebuah keputusan terhadap Hakim MK yaitu Pak Aswanto," katanya.
"Nah, oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Komisi III maupun DPR RI sesuai mekanisme yang ada. Sehingga kami juga kemudian tidak mengalami dan ya silakan saja dilakukan upaya-upaya sesuai aturan," ujar Dasco lagi.
Sementara itu, Dasco menegaskan tidak ada intervensi dari pihak luar terhadap DPR yang memberhentikan Aswanto.
Baca juga: Bambang Pacul Dilaporkan ke MKD Terkait Pencopotan Hakim MK Aswanto
Menurutnya, keputusan pemberhentian Aswanto berdasarkan hasil evaluasi Komisi III DPR, di mana Aswanto adalah hakim usulan dari DPR.
"Kami tidak mengevaluasi Hakim MK yang berasal dari usulan pemerintah maupun dari usulan MA," ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat Kemerdekaan Peradilan melaporkan pimpinan DPR ke Ombudsman Republik Indonesia atas dugaan maladministrasi terkait pemberhentian Hakim MK Aswanto.
Puan Maharani, Lodewijk Paulus, Sufmi Dasco, Rachmad Gobel, dan Muhaimin Iskandar dilaporkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Transparency International Indonesia, Perludem, ICW, PATTIRO Semarang, SETARA Institute, dan KoDe Inisiatif.
“Laporan dugaan maladministrasi tersebut merujuk pada tindakan serampangan lembaga legislatif yang berusaha untuk mengintervensi Mahkamah Konstitusi,” ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada Kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Baca juga: MKD Putuskan Bambang Pacul Tak Bersalah soal Pencopotan Hakim MK Aswanto
Kurnia menuturkan, tindakan dugaan maladministrasi tersebut bermula dari kekeliruan DPR dalam menafsirkan surat pimpinan Mahkamah Konstitusi Nomor 3010/KP.10/07/2022 tertanggal 21 Juli 2022 perihal “Pemberitahuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XVIII/2020".
Menurutnya, surat itu hanya pemberitahuan dampak putusan MK terkait masa jabatan Hakim Konstitusi yang tidak lagi mengenal adanya periodisasi.