JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan alasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal ditolak DPR.
Ia menyampaikan para anggota parlemen keberatan karena bakal kesulitan menjalankan politik ke masyarakat.
“DPR itu menolak UU tentang pembelanjaan uang tunai, karena mereka katakan terus terang, kalau politik tidak bawa uang tunai nggak bisa katanya,” tutur Mahfud dalam rilis jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia (LSI) secara daring, Kamis (20/10/2022).
“Ke rakyat itu kan kalau kampanye atau berkunjung ke mana kan harus eceran. Bawa amplop, bawa apa gak bisa lewat bank. Sehingga (RUU) itu mutlak ditolak,” ungkapnya.
Baca juga: RUU Pembatasan Uang Kartal Disebut Persulit Hidup Anggota DPR, Ini Kata PPATK
Ia menjelaskan, dalam RUU Pembatasan Uang Kartal sebenarnya ada ketentuan agar pembelanjaan di atas Rp 100 juta harus lewat bank.
Gunanya, agar tiap transaksi besar dari pejabat publik bisa terekam oleh bank.
“Sehingga ini ketahuan nih kalau orang korupsi,” sebut dia.
Namun karena RUU tersebut ditolak, saat ini pemerintah tengah memperjuangkan RUU Perampasan Aset ke DPR.
Harapannya dengan RUU tersebut, harta terdakwa kasus korupsi bisa disita lebih dulu secara keperdataan.
“Tidak usah nunggu vonis, naik banding, sampai kasasi, sampai peninjauan kembali (PK). Rampas dulu, itu perampasan aset. Takut itu koruptor begitu,” ujar dia.
Mahfud menjelaskan saat ini RUU Perampasan Aset telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
Namun, negosiasi pemerintah dan DPR belum menemukan titik temu.
Ia berharap RUU Perampasan Aset bisa segera dibahas di Parlemen.
“Nanti mari kita perjuangkan sama-sama,” imbuhnya.
Sebelumnya Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengungkapkan RUU Perampasan Aset belum dibahas karena menunggu antrian.
Baca juga: PPATK Nilai RUU Uang Kartal dan Perampasan Aset Efektif Perangi Kejahatan Ekonomi
Pasalnya meski sudah masuk Prolegnas, tapi RUU itu belum masuk Prolegnas tahunan.
Sebaliknya ia menyampaikan DPR menunggu inisiatif pemerintah untuk membahas RUU tersebut.
“Karena ini RUU inisiatif pemerintah ya maka pemerintah perlu berinisiatif untuk musyawarah dengan DPR. Jadi posisi DPR justru menunggu bagaimana Pemerintah akan mengajukan RUU ini,” ucap Asrul saat dihubungi awak media, 17 September 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.