Menurut IPW, jet itu milik seseorang yang terafiliasi dengan Konsorsium 303 alias bisnis judi online yang melibatkan para petinggi Polri.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memeriksa Hendra terkait tudingan ini pada Jumat (7/10/2022) kemarin.
"BJP HK (Brigadir Jenderal Polisi Hendra Kurniawan) sudah dilakukan klarifikasi atau permintaan keterangan dalam penyelidikan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan private jet," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dirtipidkor) Bareskrim Brigjen Cahyo Wibowo saat konfirmasi, Minggu (9/10/2022).
Cahyo mengatakan, hasil pemeriksaan terhadap Brigjen Hendra akan segera disampaikan, namun tak akan dibuka secara gamblang.
"Hari Senin disampaikan hasil penyelidikannya. Tapi kuantitas hasil lidik saja, bukan kualitasnya atau substantif perkara," katanya.
Baru-baru ini, Ferdy Sambo muncul di hadapan publik. Setelah hampir tiga bulan, akhirnya Sambo meminta maaf ke keluarga Yosua. Dia mengaku menyesal.
Pernyataan itu Sambo sampaikan usai Polri melimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan Agung pada Rabu (5/10/2022).
Baca juga: Kamaruddin Simanjuntak Sebut Permintaan Maaf Sambo Tak Tulus: Masih Cari-cari Alasan
"Saya sangat menyesal, saya menyampaikan permohonan maaf kepada pihak-pihak yang sudah terdampak atas perbuatan saya, termasuk Bapak dan Ibu dari Yosua," kata Sambo di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Sambo juga mengaku siap menjalani proses hukum kasus yang menjeratnya.
Namun, mantan perwira tinggi Polri ini bersikukuh mengatakan bahwa istrinya, Putri Candrawathi, tak bersalah. Sambo justru menyebut, Putri merupakan korban kasus ini.
"Istri saya tidak bersalah, tidak melakukan apa-apa, dan justru menjadi korban," ujarnya.
Sambo bukan satu-satunya tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Selain dia, ada empat tersangka lainnya yakni Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.
Kelimanya disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Tak hanya pembunuhan, kematian Brigadir J juga berbuntut pada kasus obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi penyidikan yang menjerat tujuh personel Polri.