Kendati sejumlah pihak mendukung wacana pencalonan Prabowo-Jokowi pada Pemilu 2024, sebagian lainnya menolak.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari berpendapat, menempatkan Jokowi sebagai wakil presiden akan menimbulkan persoalan konstitusi.
Dia menjelaskan, UUD 1945 secara tersirat melarang presiden yang sudah menjabat dua periode mencalonkan diri sebagai wapres.
UUD memang tak mengatur secara gamblang bahwa presiden yang sudah menjabat dua periode dilarang mencalonkan diri sebagai RI-2.
Pasal 7 UUD hanya menyebutkan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Baca juga: Jokowi Respons Isu Jadi Wapres 2024: Bukan dari Saya
Namun, kata dia, konstitusi mengamanatkan bahwa jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, maka harus digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 8.
Berangkat dari Pasal 7 dan Pasal 8 itu, maka, presiden yang sudah pernah menjabat dua periode tidak boleh menjadi wakil presiden.
"Di titik ini tentu jadi masalah serius karena begitu presiden mangkat, lalu presidennya yang telah dua periode secara konstitusional dia akan otomatis melanggar pembatasan masa jabatan," kata Fery kepada Kompas.com, Rabu (14/9/2022).
Menurut Fery, pasal-pasal dalam konstitusi saling berkaitan. Oleh karenanya, Pasal 7 UUD tidak bisa dibaca sendiri tanpa mengaitkan dengan pasal-pasal lainnya.
"Pasal-pasal di konstitusi saling terkait. Membacanya tidak bisa hanya letterlijk (harafiah), tapi juga maknanya," ujarnya.
Persoalan lain jika Jokowi jadi wapres ialah menyangkut tradisi ketatanegaraan. Menurut Feri, tidak lumrah jika presiden kemudian menjadi wakil presiden.
Sebab, menjadi presiden berarti telah mencapai puncak karier tertinggi dalam bernegara. Sementara, wakil presiden merupakan orang nomor dua di pemerintahan.
Feri menilai, orang yang sudah pernah menjabat sebagai presiden, apalagi dua periode, akan kehilangan marwahnya jika kemudian menjadi wakil presiden.
"Jadi tidak elok kemudian dirusak tradisi ini jika kemudian seorang presiden mencalonkan diri menjadi calon wakil presiden," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu.
Sementara, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai, menempatkan Jokowi sebagai wakil presiden berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.