Salin Artikel

Di Balik Tawa Prabowo Ketika Jawab Kemungkinan Jadikan Jokowi Cawapres...

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tertawa saat ditanya soal kemungkinan Presiden Joko Widodo jadi calon wakil presiden (cawapres) yang mendampinginya pada Pemilu 2024.

Sebagaimana telah dideklarasikan, Prabowo hendak maju kembali ke gelanggang pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Namun, Menteri Pertahanan itu belum punya pendamping.

Belakangan, sempat muncul wacana Jokowi jadi cawapres Prabowo. Merespons itu, Prabowo tertawa sembari mengatakan bahwa kemungkinan tersebut ada.

"Ya sebuah kemungkinan. Ada saja," katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/9/2022).

Di balik tawa Prabowo itu, ada dorongan dari sejumlah pihak, sekaligus kritik dari banyak kalangan. Koalisi yang belum pasti pun disebut menjadi salah satu alasan beragamnya nama kandidat pemimpin negeri.

Dukungan

Isu Jokowi jadi cawapres Prabowo salah satunya dimunculkan oleh PDI Perjuangan. Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto bilang, Jokowi bisa saja menjadi wapres setelah menuntaskan jabatannya sebagai presiden.

Namun, itu bergantung pada kehendak Jokowi, apakah dirinya ingin mencalonkan diri sebagai orang nomor dua di Indonesia atau tidak.

"Kalau Pak Jokowi mau jadi wapres, ya sangat bisa," kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul itu saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).

Gayung bersambut, Partai Gerindra seakan terbuka dengan wacana ini. Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Habiburokhman mengatakan, terbuka kemungkinan duet Prabowo dan Jokowi pada Pilpres 2024.

"Ya kalau kemungkinan (Prabowo didampingi Jokowi di pilpres) ya ada saja," kata Habiburokhman saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2022).

Namun demikian, menurut Habiburokhman, sosok cawapres yang kelak diusung Gerindra merupakan kewenangan Prabowo selaku ketua umum partai.

Terbaru, Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi 2024-2029 mengajukan gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka meminta MK memperjelas ketentuan tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf n UU tersebut.

Pasal itu berbunyi, syarat menjadi capres dan cawapres adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Menurut Sekber, pasal itu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28 D Ayat (1) dan (3) UUD 1945.

Ditolak

Kendati sejumlah pihak mendukung wacana pencalonan Prabowo-Jokowi pada Pemilu 2024, sebagian lainnya menolak.

Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari berpendapat, menempatkan Jokowi sebagai wakil presiden akan menimbulkan persoalan konstitusi.

Dia menjelaskan, UUD 1945 secara tersirat melarang presiden yang sudah menjabat dua periode mencalonkan diri sebagai wapres.

UUD memang tak mengatur secara gamblang bahwa presiden yang sudah menjabat dua periode dilarang mencalonkan diri sebagai RI-2.

Pasal 7 UUD hanya menyebutkan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Namun, kata dia, konstitusi mengamanatkan bahwa jika presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, maka harus digantikan oleh wakil presiden sampai habis masa jabatannya. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 8.

Berangkat dari Pasal 7 dan Pasal 8 itu, maka, presiden yang sudah pernah menjabat dua periode tidak boleh menjadi wakil presiden.

"Di titik ini tentu jadi masalah serius karena begitu presiden mangkat, lalu presidennya yang telah dua periode secara konstitusional dia akan otomatis melanggar pembatasan masa jabatan," kata Fery kepada Kompas.com, Rabu (14/9/2022).

Menurut Fery, pasal-pasal dalam konstitusi saling berkaitan. Oleh karenanya, Pasal 7 UUD tidak bisa dibaca sendiri tanpa mengaitkan dengan pasal-pasal lainnya.

"Pasal-pasal di konstitusi saling terkait. Membacanya tidak bisa hanya letterlijk (harafiah), tapi juga maknanya," ujarnya.

Persoalan lain jika Jokowi jadi wapres ialah menyangkut tradisi ketatanegaraan. Menurut Feri, tidak lumrah jika presiden kemudian menjadi wakil presiden.

Sebab, menjadi presiden berarti telah mencapai puncak karier tertinggi dalam bernegara. Sementara, wakil presiden merupakan orang nomor dua di pemerintahan.

Feri menilai, orang yang sudah pernah menjabat sebagai presiden, apalagi dua periode, akan kehilangan marwahnya jika kemudian menjadi wakil presiden.

"Jadi tidak elok kemudian dirusak tradisi ini jika kemudian seorang presiden mencalonkan diri menjadi calon wakil presiden," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu.

Sebabnya, Jokowi telah menjabat sebagai presiden dua periode, sepuluh tahun lamanya.

"Saya kira besar (potensi penyalahgunaan kekuasaan). Sepuluh tahun (pemerintahan Jokowi) saja situasinya sudah seperti ini, banyak abuse of power, banyak keanehan-keanehan, banyak ketidakadilan dari sisi hukum, banyak oligarki," kata Firman kepada Kompas.com, Rabu (14/8/2022).

Lagi pula, kata Firman, selama dua periode pemerintahan Jokowi, masih banyak persoalan negara yang belum teratasi. Misalnya, soal lemahnya demokrasi.

Jika Jokowi menjadi wakil presiden, justru melanggengkan masalah-masalah yang sama ke depan.

Padahal, seandainya kursi RI-1 dan RI-2 dijabat oleh wajah baru, sangat mungkin problem di era kepemimpinan Jokowi teratasi.

"Jadi kalau tetap ada seorang Jokowi di pojok sana ya saya kira tidak ada satu perubahan dari mereka yang selama ini sudah cukup berkuasa, akan ikutan juga berkepanjangan kekuasaannya," ujar Firman.

Tak hanya dari kalangan akademisi, wacana Jokowi jadi cawapres juga ditolak sejumlah partai politik, seperti Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Respons Jokowi

Presiden Jokowi sendiri telah angkat bicara soal kegaduhan ini. Dia berkata, bukan dirinya yang menggulirkan wacana menjadi wapres.

"Sejak awal saya sampaikan bahwa ini yang menyiapkan bukan saya loh ya," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Jumat (16/9/2022).

Jokowi justru mempertanyakan asal-usul wacana ini. Sebelum isu ini muncul, Jokowi pun telah menjawab soal diskursus perpanjangan masa jabatan 3 periode.

"Urusan tiga periode sudah saya jawab. Begitu itu sudah dijawab muncul lagi yang namanya perpanjangan, juga sudah saya jawab," ujarnya.

Saat ditanya lebih lanjut, presiden enggan memberikan jawaban lantaran wacana itu bukan datang dari dirinya.

"Ini muncul lagi jadi wapres. Itu dari siapa? Kalau dari saya, akan saya terangkan. Kalau enggak dari saya, saya enggak mau saya nerangin," tandas kepala negara.

Sangat cair

Sementara, Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, menilai, peta Pemilu 2024 masih sangat cair. Oleh karenanya, bongkar pasang koalisi partai politik dan capres-cawapres masih sangat mungkin.

Dia mengatakan, setiap partai politik akan berhitung keuntungan yang bakal didapatkan sebelum menentukan dengan siapa mereka akan berkoalisi, atau siapa sosok capres-cawapres yang akan mereka usung.

"Menurut saya suasananya masih sangat cair," kata Kunto kepada Kompas.com, Senin (26/9/2022).

Kunto menduga, selama pendaftaran capres-cawapres belum dibuka, peta koalisi masih sangat mungkin berubah, sekalipun sejumlah partai kini telah mendeklarasikan kerja sama.

Demikian pula dengan sosok capres dan cawapres, ujar Kunto, ke depan akan bermunculan nama-nama yang digadang-gadang menjadi pemimpin negeri.

"Jadi menurut saya hitung-hitungannya masih panjang sampai dengan satu tahun ke depan," kata dosen Universitas Padjadjaran itu.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/27/05250051/di-balik-tawa-prabowo-ketika-jawab-kemungkinan-jadikan-jokowi-cawapres-

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke