Kepala Biro Protokoler Istana era Gus Dur, Wahyu Muryadi, masih ingat betapa suasana saat itu begitu tegang.
Di tengah dukungan yang terus menyusut bagi Gus Dur, termasuk dari kalangan TNI dan Polri, putra KH Wahid Hasyim itu nyaris tanpa tameng.
Beberapa jam sebelum Sidang Istimewa mencopot Gus Dur digelar Amien Rais cs pada pagi hari, Gus Dur menerbitkan dekrit yang berisi pembubaran parlemen, pembentukan badan penyelenggara pemilu, serta membekukan Golkar.
Baca juga: Pengakuan Gus Dur sebagai Seorang Keturunan Tionghoa...
Sebelum dekrit dibacakan juru bicara, Yahya Cholil Staquf, Gus Dur sempat memanggil Menkopolsoskam Agum Gumelar dan Panglima TNI Widodo AS. Namun, keduanya tidak mendukung dekrit itu.
Praktis, satu-satunya "angkatan bersenjata"--jika bisa menyebutnya demikian--yang masih loyal kepadanya tinggal Paspampres.
"Akhirnya saya bilang ke Paspampres, ini kamu punya senjata apa? Saya cek itu kesiapan persenjataan kita di pos-pos jaga. Sudah siap itu, senjata laras panjang semua," ujar Wahyu ketika diwawancarai Kompas.com di kediamannya.
Baca juga: Murka Gus Dur Kala Para Menteri Tolak Dekrit: Kalian Semua Banci!
Sebagian Paspampres tak bisa menutup mata dari peristiwa politis yang dialami Gus Dur, kendati mereka tetap bersikap netral sebagai aparat negara.
Putri bungsu Gus Dur, Inayah Wulandari, masih ingat detik-detik ketika Megawati akan dilantik sebagai orang yang akan menggantikan posisi bapaknya di Istana yang saat ini mereka tempati.
Pada momen itu, Inayah menyempatkan diri bersama rekannya, staf Istana, untuk membeli nasi padang tak jauh dari Istana.