Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai-ramai Mendesak Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli Diusut

Kompas.com - 13/07/2022, 05:31 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Masih terdapat hal yang mengganjal selepas Lili Pintauli Siregar mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (11/7/2022) lalu.

Persoalan utama yang dipertanyakan adalah tentang dugaan pelanggaran etik terkait dugaan gratifikasi yang dilakukan Lili.

Lili seharusnya menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK pada Senin kemarin.

Karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meneken surat pemberhentian Lili yang mengajukan pengunduran diri, maka Dewan Pengawas (Dewas) KPK memutuskan menghentikan sidang etik itu.

Di sisi lain, sejumlah pihak menilai dugaan gratifikasi yang dilakukan Lili sebenarnya bisa dilanjutkan dan diusut.

Baca juga: Persilakan Warga Laporkan Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, KPK: Kami Verifikasi

Lili dilaporkan mendapatkan fasilitas mewah untuk menyaksikan ajang balap MotoGP pada 18 hingga 20 Maret 2022 lalu di Grandstand Premium Zona A-Red Sirkuit Mandalika.

Selain itu, Lili juga diduga mendapatkan fasilitas menginap di Amber Lombok Resort pada 16-22 Maret 2022.

Lili dan keluarganya disebut menerima tiket dan akomodasi hotel dengan total nilai sekitar Rp 90 juta dari Pertamina.

Bisa dilanjutkan

Sejumlah kalangan menilai dugaan gratifikasi yang melibatkan Lili dan sempat dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK sebenarnya bisa diselidiki ke ranah pidana.

Menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) bisa berinisiatif melaporkan dugaan gratifikasi yang dilakukan mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke aparat penegak hukum.

"Dewas KPK dalam rangka tugasnya menjaga kehormatan institusi KPK seharusnya berinisiatif melaporkan perkaranya ke polisi atau memprosesnya sebagai perkara korupsi juga di KPK," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Baca juga: Ketua Komisi III DPR Sebut Sidang Etik Semestinya Tak Berhenti meski Lili Mengundurkan Diri

Mengenai dugaan gratifikasi yang dilakukan Lili, lanjut Abdul, seharusnya bisa diselidiki jika ada bukti yang cukup.

"Meski perkara etiknya sudah tidak bisa dituntut karena LPS (Lili Pintauli Siregar) bukan lagi bagian dari KPK, tetapi perkara pidananya belum kedaluwarsa. Bahkan seharusnya KPK sendiri lebih progresif memproses perkara korupsinya," ucap Abdul.

Abdul juga menilai dugaan gratifikasi terhadap Lili bisa dibawa ke ranah pidana.

Akan tetapi, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan menyatakan mereka hanya menyelidiki dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Lili, dan bukan soal dugaan tindak pidana gratifikasi.

Baca juga: Jubir KPK Klaim Pimpinan Tak Tahu Pengunduran Diri Lili dan Alasannya

Lapor ke aparat penegak hukum

Secara terpisah, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengatakan Dewas KPK sebenarnya tidak memiliki halangan untuk melaporkan dugaan gratifikasi yang diterima Lili Pintauli Siregar ke aparat penegak hukum.

Novel mengakui, Dewas tidak bisa memeriksa dugaan pidana yang dilakukan mantan Wakil Ketua KPK tersebut.

Meski demikian, setelah mengetahui dugaan tindak pidana korupsi Dewas wajib melaporkan dugaan pelanggaran itu ke penyidik.

“Mestinya Dewas setelah mengetahui adanya dugaan TPK (tindak pidana korupsi), maka Dewas wajib untuk melaporkan kepada APH (aparat penegak hukum),” kata Novel saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Baca juga: Jokowi soal Pengganti Lili Pintauli di KPK: Kami Ajukan ke DPR Secepatnya

Novel menegaskan tindakan melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili ke penegak hukum bukan persoalan kewenangan Dewas.

Dalam Pasal 108 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa orang yang mengetahui tindak pidana atau pemufakatan jahat wajib melapor ke penyidik.

“Hal itu penting, untuk menjaga marwah Dewas itu sendiri. Karena ada beberapa pandangan negatif terhadap Dewas selama ini,” ujar Novel.

Mendesak

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mendesak KPK mengusut dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili Pintauli Siregar.

Adapun Lili resmi berhenti dari jabatan Komisioner KPK setelah pengunduran dirinya disetujui Presiden Joko Widodo melalui keputusan presiden (Keppres) Nomor 71/P/2022.

“Lembaga KPK harus berinisiatif melakukan pemeriksaan pemeriksaan pelanggaran pidana (Lili), atau kalau tidak menyerahkan (penanganan) pelanggaran pidananya pada aparat penegak hukum lain,” tutur Abraham pada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Menurut Abraham, meski Lili sudah mengundurkan diri, tetapi dugaan tindak pidana gratifikasi tidak berarti ikut gugur.

Baca juga: Lili Pintauli Mundur dari KPK, Jokowi Diingatkan Cari Pengganti yang Lebih Pantas dan Berintegritas

“Surat keterangan (SK pemberhentian) itu putusan administrasi negara, karena yang bersangkutan mengundurkan diri, tapi indikasi pelanggaran pidananya itu harus tetap dilanjutkan,” kata Abraham pada Kompas.com, Senin (11/7/2022).

Ia menjelaskan, dugaan tindak pidana itu terkandung dalam dugaan pelanggaran kode etik yang sedianya dipersidangkan hari ini oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Dugaan Pelanggaran pidananya apa? Ya penerimaan gratifikasi itu,”

Menurut Abraham, KPK memiliki kewenangan untuk membongkar perkara terkait Lili.

“KPK harus fair, harus melakukan sesuatu langkah-langkah hukum. Jadi bukan sekadar mengundurkan diri dan dianggap selesai,” kata dia.

Jika KPK tak mampu, menurut dia, lembaga antirasuah itu bisa menyerahkan pengungkapan dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili pada aparat penegak hukum lain.

Namun, Abraham berharap KPK mengambil inisiatif sendiri untuk melakukan pengusutan sebagai pertanggungjawaban pada publik.

Baca juga: Dugaan Siasat di Balik Mundurnya Wakil Ketua KPK Lili Pintauli

“Supaya masyarakat bisa percaya, kalau KPK menganggap pengunduran diri (Lili) itu sudah selesai maka rakyat tidak percaya lagi pada KPK,” kata dia.

Jika langkah itu tak dilakukan, lanjut dia, publik mengira KPK justru berupaya untuk melindungi Lili.

“KPK dianggap menyembunyikan sesuatu, membela apa yang terjadi pada komisionernya. Kalau diperiksa kan (bisa) terungkap, di persidangan juga terungkap. Kalau dia (Lili) mundur (kasusnya) berhenti, ini tidak terungkap,” tandasnya.

(Penulis : Syakirun Ni'am, Tatang Guritno | Editor : Krisiandi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com