Pekerjaan polisi hakikatnya adalah “mengelola konflik” baik dalam penegakan hukum (law enforcement) maupun dalam pemecahan masalah (problem solving).
Kedua jenis pengelolaan konflik ini memang berbeda, dan karenanya wajah polisi dapat “angker” (dalam menegakkan hukum), tetapi dapat pula tersenyum (dalam berusaha mendamaikan dengan memecahkan masalah).
Dalam literatur kepolisian Indonesia, polisi sebagai suatu lembaga telah mengakar di masyarakat diawali dengan pembentukan Barisan Bhayangkara oleh Patih Gajah Mada di kerajaan Majapahit.
Menurut Harsya W. Bachtiar (1994), kata Bhayangkara berarti “yang menakutkan”. Pada masa Kerajaan Majapahit pemakaian kata Bhayangkara masih relevan, yang berfungsi militer untuk menjaga keamanan dari dalam dan dari luar.
Kata Bhayangkara sudah melekat dan menjadi makna yang tidak bisa dilepaskan dari Kepolisian kita. Namun sejatinya Polri yang ada pada era masyarakat demokratis, perlu melakukan reaktualisasi dan reposisi fungsi dan perannya dalam masyarakat modern.
Polisi yang dalam metode kerjanya, lebih menggunakan “scientific method” daripada hanya pendekatan militeristik atau “ancaman” dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya.
Dengan mengacu pada konsep diri polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang hakiki diharapkan akan mampu mengaktualisasikan hadirnya polisi kita yang profesional, modern, humanis, terpercaya dan dicintai masyarakat. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.