”Ujungnya bangkrut. Tahun 1998 rontok. Negara rugi ratusan triliun akibat pemilihan model kapitalisme, liberalisme maka era Reformasi lahir, era demokrasi. Era ini siapapun boleh mewarnai jalannya pemerintahan, bangsa dan negara,” katanya.
Oleh karena itu, kata Muhaimin, semua anak bangsa memiliki hak yang sama dalam mewarnai bangsa ini.
"Kita sebagai warga Nahdlatul Ulama yang begitu besar, pesantren-pesantren NU besar, aneh kalau tidak pecaya diri dan tidak ikut mewarnai jalannya pemerintahan dan pembangunan," imbuh dia.
Baca juga: Respons Yenny Wahid yang Sentil Cak Imin, Waketum PKB: Kami Solid, Tak Ada Kubu
Menurutnya, warisan para ulama dan para wali ini harus dipegang dan diperjuangkan.
Ia menyadari, perjuangan tersebut memang panjang. Muhaimin mengeklaim, saat Orde baru berlangsung 32 tahun, NU disia-siakan dan tak pernah dapat tempat.
"Begitu juga sebelumnya, amanah Mbah Hasyim, Mbah Bisri, Mbah Wahab, tidak bisa disempurnakan. Alhamdulillah, di bawah naungan perjuangan NU, berbagai tantangan dilewati dan melahirkan Reformasi, demokrasi," kata dia.
"Sekarang warga NU bebas menentukan langkah. Alhamdulillah banyak warna NU bisa berkiprah di berbagai level kehidupan. Insya Allah kemajuan umat akan semakin nyata,” sambungnya.
Oleh karena itu, Muhaimin menilai jika presiden, menteri maupun kepala daerahnya dari kalangan santri, Indonesia akan menjadi negara yang adil, makmur dan sejahtera.
Muhaimin meminta hal tersebut harus juga diperjuangkan oleh para santri.
"Santri tidak akan mendapatkan haknya kecuali berjuang. Tak ada yang gratis. Tak ada yang rela memberikan akses yang baik kecuali kita berjuang sendiri," tegas Muhaimin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.