Divisi Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi dalam keterangan pers menyatakan, pada Juni 2021 lalu tim pemerintah juga sempat menolak membuka draf terbaru yang dihasilkan dari serangkaian proses pertemuan yang dilakukan dengan alasan belum diserahkan kepada DPR.
Baca juga: Kemenkumham: Draf RKUHP Masih Taraf Penyusunan dan Penyempurnaan
Akan tetapi, setelah disampaikan kepada DPR, pemerintah menyatakan belum bisa membuka draft RKUHP tersebut.
"Mengenai pentingnya keterlibatan publik ini, Putusan Mahkamah Konstitusi MK 91/PUU-XVIII/2020 turut mengingatkan bahwa tidak terpenuhinya aspek partisipasi bermakna ini mengakibatkan terbentuknya undang-undang yang memiliki cacat formil," kata Fajri.
"Gairah memutus rantai dengan produk kolonial seharusnya tidak mengkhianati esensi dari pembentukan undang-undang yaitu terpenuhinya rasa keadilan dan pemenuhan etika partisipasi keterwakilan publik. Oleh karena itu, jangan sampai dalih percepatan proses menutupi perwujudan keadilan bagi masyarakat," ucap Fajri.
Pada 2019 lalu, RKUHP sudah disepakati di tingkat I tetapi urung dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan akibat gencarnya penolakan masyarakat.
Kemudian pada 25 Mei 2022 digelar Rapat Dengar Pendapat antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dengan Komisi III DPR.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Ulang Pembahasan RKUHP dari Tingkat I
Saat itu, Kemenkumham yang mewakili pemerintah menyampaikan 14 isu krusial dalam RKUHP kepada Komisi III DPR pasca pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan dalam dua tahun terakhir.
Pasal-pasal kontroversial yang dibahas dalam RDP pada 25 Mei 2022 mencapai 14. Yaitu mengenai The Living Law (hukum yang hidup), pidana mati, penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin.
Selanjutnya unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih, penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court), advokat curang yang diusulkan untuk dihapus.
Kemudian isu tentang penodaan agama, penganiayaan hewan, penggelandangan, aborsi yang memberi pengecualian apabila keterdaruratan medis atau korban perkosaan, perzinaan melanggar nilai agama dan budaya, kohabitasi (kumpul kebo), dan perkosaan dalam perkawinan.
Komisi III DPR lantas menyatakan menyetujui 14 isu krusial itu dan akan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Keputusan itu membuat langkah selanjutnya dalam pembahasan RKUHP adalah tahap Pembicaraan Tingkat II serta pengesahan saat Rapat Paripurna.
Baca juga: Pengamat: RKUHP Terancam Cacat Formil jika Pembahasannya Tak Terbuka
Pemerintah dan Komisi III DPR berencana menyelesaikan pembahasan RKUHP pada Juli 2022 mendatang. Akan tetapi, sampai saat ini draf terakhir pembahasan RKUHP masih misterius.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai seharusnya pemerintah dan DPR bersikap terbuka dalam pembahasan RKUHP.
Sebab jika disahkan kelak, maka aturan hukum itu akan berdampak kepada seluruh aspek kehidupan masyarakat.