JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK), Fajri Nursyamsi mengingatkan DPR agar membuka draf dan pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Fajri mengungkit konsekuensi nyata dari Undang-undang Cipta Kerja yang telah divonis inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi karena, salah satunya, pembahasannya yang tertutup dan tak melibatkan partisipasi publik secara bermakna.
"Mengenai pentingnya keterlibatan publik ini, putusan MK 91/PUU-XVIII/2020 (putusan terhadap UU Cipta Kerja) turut mengingatkan bahwa tidak terpenuhinya aspek partisipasi bermakna ini mengakibatkan terbentuknya UU yang memiliki cacat formil," ungkap Fajri dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com pada Jumat (17/6/2022).
Fajri mengemukakan, melaksanakan pembicaraan tentang suatu rancangan undang-undang bukan terbatas pada terpenuhinya prosedur pembentukannya semata.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Diminta Ulang Pembahasan RKUHP dari Tingkat I
"'Sesuai dengan prosedur berarti memenuhi aspek keadilan prosedural bagi warga negara, sebagai pihak yang akan terdampak dari UU yang akan disahkan kelak," kata Fajri.
Jaminan partisipasi masyarakat dalam proses legislasi juga dijamin dalam Pasal 96 ayat (4) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, bahwa setiap draf RUU harus dapat diakes dengan mudah oleh masyarakat.
Bahkan Kementerian Hukum dan HAM sendiri mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2021.
"Pasal 19 menyebutkan bahwa instansi pemrakarsa melaksanakan konsultasi publik, antara lain, dengan menyebarluaskan hasil perkembangan pembahasan RUU di DPR dengan cara mengunggah ke dalam sistem informasi dan atau media elektronik lainnya yang mudah diakses masyarakat," jelas Fajri.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur selaku bagian dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyebutkan, sejak September 2019 hingga pertengahan Mei 2022, tidak ada naskah terbaru RKUHP yang dibuka kepada publik untuk bisa dikritik.
Baca juga: Surati Jokowi, Aliansi Sipil Minta Pemerintah Buka Draf RKUHP
Pada 25 Mei 2022, pemerintah dan DPR kembali membahas draf RUU ini dengan menginformasikan 14 poin yang menjadi keprihatinan.
Namun, hal ini dilakukan tanpa membuka draf terbaru RUU KUHP secara keseluruhan.
"Mereka menunjukkan gejala otoritarianisme, di mana mengambil keputusan sepihak. Ya khawatirnya mereka takut masyarakat tahu, takut dikoreksi, takut dikritisi," kata Isnur ketika dihubungi, Minggu (12/6/2022), dikutip BBC News Indonesia.
"Padahal masyarakat berhak tahu apa yang akan menjerat dan menghukum mereka (masyarakat), kalau cara pembuatannya seperti ini mana kita tahu apa yang akan menjerat kita, bagaimana kita bisa memberi koreksi kalau mereka (pemerintah) sembunyi-sembunyi," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.