Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Revisi UU PPP, Partai Buruh Janji Bakal Ajukan Gugatan ke MK dan Demo Besar-besaran

Kompas.com - 13/06/2022, 13:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Partai Buruh Said Iqbal memastikan bahwa pihaknya bakal menggugat Undang-undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) yang baru saja rampung direvisi pada 24 Mei 2022 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Langkah pertama, setelah keluarnya nomor UU PPP, satu hari kemudian Partai Buruh akan melakukan judicial review (JR), JR formilnya dan JR materiilnya," ucap Said dalam jumpa pers, Senin (13/6/2022).

Ia mengatakan, sejak awal Partai Buruh konsisten pada sikapnya yang menolak revisi undang-undang tersebut.

Bahkan, ia menyatakan siap untuk membuka kepada publik, siapa saja partai politik yang terlibat untuk menggolkan revisi UU itu.

Baca juga: Perbaikan UU Cipta Kerja Setelah Revisi UU PPP

"Orang-orangnya itu-itu saja di Panja Baleg. Akan kita sebarkan namanya, kita akan kampanye," kata Said.

Menurut dia, parpol dan politisi di parlemen yang terlibat di dalam revisi UU itu tidak layak untuk dipilih kembali.

"(Kampanye) itu sah. Rakyat kan tidak bisa juga beli kucing dalam karung, bermanis muka di depan media dan di hadapan konsituen, tapi sesungguhnya mereka membuat produk undang-undang yang merugikan rakyat. Harus dibuka," ungkapnya.

Said juga memastikan bahwa rencana unjuk rasa di DPR pada Rabu (15/6/2022) bakal terlaksana.

Ada lima isu yang bakal dibawa oleh Partai Buruh, organisasi serikat buruh, dan organisasi-organisasi sekubu. Salah duanya yakni menolak UU PPP dan Omnibus Law Cipta Kerja.

Baca juga: Partai Buruh Akan Ajukan Uji Materi Revisi UU PPP ke MK

"Puluhan ribu buruh akan menolak UU PPP di depan DPR," kata pria yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Said mengemukakan sedikitnya ada beberapa alasan Partai Buruh menolak revisi UU PPP.

Pertama, pembahasannya serba kilat dan tidak membuka partisipasi publik secara bermakna.

"Informasi yang kami dapatkan, pembahasan (revisi) UU PPP hanya 10 hari di Baleg," kata Said.

"DPR ini sekarang punya kebiasaan kalau undang-undang yang kejar tayang, undang-undang yang sudah dipersiapkan skenarionya, itu menggunakan Panja Baleg, tidak menggunakan pansus, karena di Panja Baleg bisa cepat," ujarnya.

Alasan kedua, ia menilai revisi UU PPP dilakukan bukan karena kepentingan hukum, sehingga mereka menganggapnya cacat hukum dan menduganya sebagai akal-akalan buat menjustifikasi Omnibus Law Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi.

Baca juga: Partai Buruh Tolak Revisi UU PPP, 10.000 Buruh Akan Demo di DPR 15 Juni

"Hanya memaksakan kehendak agar metode Omnibus Law itu dibenarkan dari sebuah proses pembentukan undang-undang," kata Said.

"Harusnya kan diperdebatkan, sistem hukum di Indonesia menganut sistem apa, apakah boleh itu mengadopsi omnibus law?" tutupnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com