Namun begitu, kata dia, pertemuan kedua pimpinan partai kemarin hanya sebatas perjumpaan sahabat lama yang pernah sama-sama berjuang di Pilpres 2004.
"Untuk koalisi, pada waktunya akan kami sampaikan ke publik. Masih September 2023 pendaftarannya," kata dia.
Baca juga: Survei SPIN: Elektabilitas Prabowo 12 Persen Ungguli Ganjar
Membaca ini, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, meski SBY dan Paloh sempat tak harmonis, pertemuan keduanya merupakan sinyal kuat koalisi kedua partai menuju Pilpres 2024.
Apalagi, sebelumnya AHY telah bertemu Paloh. Dalam pertemuan itu keduanya mengakui tengah melakukan penjajakan dan terbuka peluang kedua partai untuk berkoalisi.
"Jika SBY dan Surya Paloh sudah bertemu langsung, apalagi sebelumnya juga sudah sempat dijajaki langsung oleh AHY, maka besar kemungkinan kedua pihak telah menemukan visi dan kesepahaman politik yang sama menuju 2024 mendatang," kata Umam kepada Kompas.com, Senin (6/6/2022).
Baca juga: Semboyan Kita, Prabowo Presiden, Gerindra Menang!
Umam menilai, kedua partai memiliki perhatian yang sama terkait praktik politik identitas yang dieksploitasi oleh sejumlah kelompok di Pilpres 2019 lalu.
Nasdem dan Demokrat, kata dia, bisa menjadi salah satu poros Pilpres 2024, di antara 2 atau 3 kemungkinan poros lainnya.
"Yang jika prospektif bisa saja diikuti oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nantinya," ujar Umam.
Berbeda dari Umam, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi skeptis pertemuan SBY dan Paloh merupakan ancang-ancang kedua pimpinan partai untuk berkongsi di panggung pilpres.
Ini tidak lepas dari sejarah keretakan hubungan Demokrat dan Nasdem, tak hanya di Pilpres 2004, tetapi juga Pilkada DKI 2017.
Di Pilkada DKI, Nasdem bersama PDI-P, Partai Golkar, dan Partai Hanura mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat. Sementara, Demokrat mengusung jagoan partainya, AHY, yang berpasangan dengan Sylviana Murni.
"Saya memandang skeptis terjadinya 'kawin' antara Nasdem dengan Demokrat mengingat faktor kesejarahan di antara mereka baik di pilpres maupun di beberapa pilkada di daerah yang memiliki magnitude politik besar seperti DKI Jakarta," kata Ari dalam perbincangan bersama Kompas.com, Senin (6/6/2022).
Walaupun politik tidak mengenal lawan dan kawan abadi, kata Ari, langkah SBY yang turun gunung seakan ingin membuka bidak-bidak permainan catur politik.
Baca juga: Sekjen Gerindra Tegaskan Prabowo Bukan King Maker, melainkan Capres 2024
Selain itu, menurut Ari, kunjungan SBY dan AHY ke Surya Paloh seolah menyiratkan kegamangan partai-partai jelang Pilpres 2024.
Tidak ada kata "aman" baik bagi Demokrat maupun Nasdem, mengingat raihan suara masing-masing parpol masih minim. Kedua partai jelas harus berkoalisi dengan partai lain agar dapat mengusung calon presiden.
Menurut Ari, apa pun bungkus dari pertemuan SBY dan Paloh, Demokrat masih belum menemukan kejelasan pencalonan AHY lantaran putra sulung SBY itu belum menarik minat partai-partai lain.
"Justru Nasdem berpeluang bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu andai saja nama-nama yang dinominasikan memiliki irisan yang sama misal apakah Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) , Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), ataukah Erick Thohir (Menteri BUMN)," ujar Ari.
"Sejauh yang saya amati, Demokrat baru menggenggam PKS karena pilihannya begitu terbatas," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.