Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan Suhanda
Editor dan Penulis

Editor dan Penulis

Menyambut UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kompas.com - 13/05/2022, 12:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA patut bersyukur Presiden Joko Widodo pada 9 Mei 2022 telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Pada tanggal yang sama juga langsung diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly.

Kini, UU TPKS sudah dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 120.

Dengan diberlakukannya UU TPKS, maka para korban kekerasan seksual memiliki payung hukum untuk menjerat para predator seksual yang selama ini banyak luput dari jerat hukum.

Dari data berbagai lembaga dan survei yang dilakukan beberapa tahun lalu hingga awal tahun 2022, kekerasan seksual dan yang berkaitan semakin marak, semakin memprihatinkan.

Tempat kejadian pun bermacam, sekolah, kampus, ruang publik, tempat kerja, klub, angkutan umum, bandara, transportasi online, bahkan di rumah.

Poin-poin UU TPKS

Mengutip Kompas.com (13/4/2022), dalam UU TPKS ini ada sembilan kategori kekerasan seksual yang dapat menjerat predator seksual.

Sembilan kategori itu adalah pelecehan fisik, pelecehan nonfisik, kekerasan berbasis elektronik, penyiksaan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, perbudakan seks.

Selain itu yang termasuk kekerasan seksual yang juga ikut diatur di dalamnya adalah perkosaan; perbuatan cabul; persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak; perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.

Kemudian, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual; pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual.

Lalu kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga; tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual; dan tindak pidana lain sebagai tindak pidana kekerasan seksual.

Data dan survei

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) Kementerian PPPA mencatat 1.411 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 1 Januari 2022 sampai 21 Februari 2022.

Tahun sebelumnya, tahun 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 10.247 dengan jumlah korban 10.368 orang.

Menurut laporan Komnas Perempuan (7 Maret 2022) kekerasan seksual di lingkungan pendidikan terus terjadi, tahun 2018 tercatat 10 kasus, tahun 2019 tercatat 15 kasus, tahun 2020 tercatat 17 kasus, tahun 2021 tercatat 9 kasus.

Sebagai tambahan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat sepanjang Januari 2022 terjadi kekerasan seksual pada 797 anak, tahun lalu pada 2021 kekerasan seksual mencapai 8.730 anak.

KemenPPA juga mencatat jumlah anak korban kekerasan seksual tahun 2019 mencapai 6.454, meningkat menjadi 6.980 tahun 2020. Dari tahun 2020 ke tahun 2021 menjadi 8.730.

Tingginya kekerasan seksual di Indonesia, berdasarkan Survei Nasional Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SNPHPN) tahun 2021, sebanyak 26 persen perempuan usia 15 - 64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan atau selain pasangan, kemudian 41,05 persen mengalami kekerasan selama hidupnya pada anak perempuan usia 13-17 tahun.

Nadiem Makarim

Mendikbudristek Nadiem Makarim sudah lama menyadari di lingkungan pendidikan sering terjadi kekerasan seksual.

Pada tahun 2020, ketika rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Nadiem mengatakan bahwa ada tiga dosa di dunia pendidikan yang terus terjadi, yaitu pertama, radikalisme yang diajarkan kepada anak-anak, kedua kekerasan seksual, dan ketiga perundungan (bullying).

Dan pada tahun 2020 pihak kementerian yang dipimpinnya mengadakan survei di perguruan tinggi, hasilnya 77 persen dari dosen yang disurvei menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampusnya.

Menyadari kekerasan seksual terus terjadi di dunia pendidikan, maka Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Dalam peraturan itu dituliskan semua kegiatan akademik di luar jam kerja atau jam kuliah harus sepengetahuan Kepala Program Studi (Kaprodi) sebagai antisipasi yang tidak diinginkan.

Terbitnya peraturan ini diharapkan tercipta lingkungan kampus yang aman dari kekerasan seksual terhadap perempuan.

Juga, terbitnya peraturan ini meningkatkan pemahaman bahwa kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Selain itu, Nadiem berharap terbitnya peraturan ini mengajak masyarakat dan generasi muda agar secara bersama menciptakan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual.

Hukuman mati dan vonis bebas

Di berbagai media sudah sangat santer kasus Herry Wirawan yang memerkosa 13 santriwati di pesantren asuhannya sejak tahun 2016-2021.

Setelah terbukti perbuatannya, pada 4 April 2022, Pengadilan Negeri Bandung memvonis hukuman mati Herry Wirawan.

Lain halnya dengan kasus kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswi oleh Dekan Fisip Universitas Riau.

Korban seorang mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Fisip Unri Angkatan 2018, melalui video dia mengakui mengalami kekerasan seksual oleh dosen pembimbing skripsinya sendiri.

Tetapi melalui putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 30 Maret 2022, dalam sidang tertutup memvonis bebas SH, Dekan Fisip Unri tersebut.

Dengan berlakunya UU TPKS dan aturan turunannya yang diharapkan segera dibentuk beserta sosialisasinya diharapkan segera terwujud.

Dengan demikian, UU TPKS ini diharapkan memberikan perlindungan bagi korban, keluarga korban, dan saksi.

Memang selama ini masih banyak yang diam, tidak berani atau enggan melapor ke polisi atau lembaga hukum dengan berbagai alasan.

Sebagian yang berani bicara dan bersaksi merupakan teladan dan pemberi semangat kepada korban kekerasan seksual lainnya.

Bagaimana agar jera para predator ini, dibutuhkan keberanian korban yang didukung aparat penegak hukum yang pro perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan dengan berlakunya UU TPKS ini tidak ada lagi pemakluman terhadap berbagai bentuk kekerasan seksual sekecil apa pun.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com