Menurut John W Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai “kendaraan” untuk berkomunikasi antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri. (Head, 1997:42).
Dari definisi tersebut, mediator dianggap sebagai “kendaraan” bagi para pihak untuk berkomunikasi.
Sementara itu, Moore mendefinisikan mediasi sebagai “….the intervention in a negotiation or a conflict of an acceptable third party who has limited or no authoritative decision-making power but who assists the involved parties in voluntarily reaching a mutually acceptable settlement of issues in dispute.” (Moore, 1996:15).
Dari definisi tersebut dapat dilihat ketegasan hubungan antara mediasi dan negosiasi, yaitu mediasi adalah sebuah intervensi terhadap proses negosiasi yang dilakukan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga memiliki kewenangan terbatas atau sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Pihak ketiga hanya membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan penyelesaikan sengketa yang diterima kedua belah pihak.
Oleh karena itu, mediasi seringkali dinilai sebagai perluasan dari proses negosiasi. Mediasi terjadi disebabkan para pihak tidak mampu menyelesaikan sengketanya sendiri, lalu menggunakan jasa pihak ketiga yang bersikap netral untuk membantu mereka mencapai suatu kesepakatan.
Tidak seperti proses adjudikasi dimana pihak ketiga menerapkan hukum terhadap fakta-fakta yang ada untuk mencapai suatu hasil. Dalam mediasi, pihak ketiga akan membantu pihak-pihak yang bertikai dengan menerapkan nilai-nilai terhadap fakta-fakta untuk mencapai hasil akhir. Nilai-nilai itu dapat meliputi hukum, rasa keadilan, kepercayaan, agama, etika, moral, dan nilai-nilai lainnya.
Jadi mediator dalam hal ini tetap bersikap netral, selalu membina hubungan baik, berbicara menggunakan bahasa para pihak, mendengarkan secara aktif, menekankan pada keuntungan potensial, meminimalkan perbedaan-perbedaan, dan menitikberatkan pada persamaan. Tujuannya adalah membantu para pihak bernegosiasi secara lebih baik untuk suatu penyelesaian sengketa.
Mediasi atau musyawarah yang selanjutnya disebut mediasi adalah proses musyawarah secara sistematis yang melibatkan para pihak untuk memperoleh kesepakatan.
Mediasi dalam sengketa proses pemilu tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum.
Setelah permohonan sengketa proses pemilu diregistrasi, Bawaslu mempertemukan pihak yang bersengketa, menentukan jadwal pelaksanaan mediasi, dan melakukan pemanggilan kepada para pihak. Pemohon dan termohon wajib menghadiri mediasi.
Apabila pemohon tidak menghadiri mediasi setelah dilakukan dua kali pemanggilan maka Bawaslu menyatakan permohonan gugur. Apabila termohon tidak menghadiri mediasi setelah dilakukan dua kali pemanggilan maka Bawaslu menyatakan mediasi tidak mencapai kesepakatan dan selanjutnya proses penyelesaian sengketa proses pemilu dilanjutkan ke tahap adjudikasi.
Bagja & Dayanto (2020) mengatakan, pelaksanaan mediasi dalam penyelesaian sengketa proses pemilu didasari oleh delapan prinsip. Pertama, tertutup. Mediasi hanya dihadiri oleh pemohon, termohon, dan mediator.
Kedua, rahasia. Segala pernyataan dalam bentuk lisan dan tulisan dalam proses mediasi tidak boleh diungkap ke publik serta menjadi alat bukti dalam proses pembuktian pada sidang adjudikasi.
Ketiga, netral. Mediator hanya memfasilitasi proses mediasi dan tidak bertindak layaknya seorang hakim atau juri yang memutuskan salah atau benar terhadap pernyataan para pihak atau mendukung pendapat dari salah satu pihak serta tidak memaksakan pendapat dan penyelesaian kepada para pihak.
Keempat, tidak diwakilkan. Mediasi wajib dihadiri oleh pemohon dan termohon (principal) dan tidak dapat diwakilkan kepada kuasa hukum. Kuasa hukum hanya dapat mendampingi principal dalam proses mediasi.