JAKARTA, KOMPAS.com - Lagi-lagi kader Partai Golkar terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terbaru, OTT menjerat Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin. Politikus Partai Golkar itu kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Tepat dua minggu lalu, KPK juga menetapkan kader Golkar yang juga Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, sebagai tersangka suap.
Penangkapan kedua kader partai beringin itu dilakukan dalam waktu 2 minggu saja.
Baca juga: Rentetan 3 OTT KPK dalam 14 Hari: dari Wali Kota Bekasi, Bupati PPU, hingga Bupati Langkat
Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin terjaring OTT KPK bersama 7 orang lainnya pada Selasa (18/1/2022). Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (20/1/2022) dini hari.
Terbit ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang lainnya yang terdiri dari aparatur sipil negara (ASN) dan pihak swasta.
Salah satu di antaranya yakni Muara Perangin-Angin (MR) yang merupakan pihak pemberi suap. Ia adalah salah seorang kontraktor yang berhasil memenangi tender proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat atas bantuan Terbit.
Kemudian, empat orang lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka diketahui sebagai penerima suap. Mereka yakni Iskandar PA atau ISK, serta 3 orang kontraktor, yaitu Marcos Surya Abdi atau MSA, Shuhanda Citra atau SC, dan IS (Isfi Syahfitra).
Tersangka ISK merupakan Kepala Desa Balai Kasih yang tidak lain adalah saudara kandung Terbit.
Saat OTT, KPK mengamankan barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 786 juta.
Baca juga: Jadi Tersangka KPK, Bupati Langkat Punya Harta Rp 85,1 Miliar
Terbit sempat kabur karena sudah menerima informasi bahwa KPK tengah mengincar dirinya. Namun, Rabu (19/1/2022) sore, ia menyerahkan diri.
Adapun kasus yang menjerat Terbit terkait dengan suap proyek lelang dan penunjukkan langsung pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, pada tahun 2020 Terbit melakukan pengaturan pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat untuk tahun anggaran 2020-2002.
Pengaturan itu dilakukan bersama kakak kandungnya, Iskandar PA (ISK) yang merupakan seorang kepala desa.
"Agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, diduga ada permintaan persentase fee," ungkap Ghufron dalam konferensi pers, Kamis, (20/1/2022).
Baca juga: Hakim-Panitera Terjaring OTT KPK di Surabaya, Diduga Terkait Penanganan Perkara
Dalam melakukan pengaturan pemenang paket pengerjaan proyek, Terbit memerintahkan SJ selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Langkat dan SH selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk berkoordinasi dengan Iskandar sebagai representasi dirinya.
Bawahan-bawahan Terbit diminta berkoordinasi dengan Iskandar terkait pemilihan pihak rekanan mana saja yang ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek.
KPK menyebut bahwa Terbit melalui Iskandar meminta fee sebanyak 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan dengan tahapan lelang.
Sementara, untuk paket penunjukkan langsung, Terbit meminta fee sebesar 16,5 persen dari nilai proyek.
Ghufron mengatakan, salah satu rekanan yang dipilih untuk dimenangkan dalam mengerjakan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan Langkat adalah Muara Perangin-angin (MR) yang kini sudah menjadi tersangka sebagai pihak pemberi suap.
"Tersangka MR menggunakan beberapa bendera perusahaan untuk total nilai paket proyek yang dikerjakan sebesar Rp 4,3 Miliar," jelasnya.
Baca juga: Politisi PKS: Ada KPK Koruptor Makin Banyak, Ada BNN Peredaran Narkoba Makin Besar
KPK menduga ada beberapa proyek lain yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar.
"Diduga dalam penerimaan sampai dengan pengelolaan uang-uang fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat, tersangka TRP menggunakan orang-orang kepercayaannya," sebut Ghufron.
Kini, Terbit dan para tersangka lainnya sudah ditahan. KPK pun masih akan terus mendalami kasus ini.
OTT lebih dulu dilakukan KPK terhadap Rahmat Effendi yang kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Wali Kota Bekasi.
Pria yang akrab disapa Pepen itu diamankan tim KPK bersama 13 orang lainnya dalam OTT di Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/1/2022)
Selanjutnya, pada Kamis (6/1/2022), Rahmat Effendi dan delapan orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka.
"KPK berkesimpulan ada sembilan tersangka dalam operasi tangkap tangan. Sebagai pemberi empat orang. Sedangkan penerima adalah lima orang," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, (6/1/2022).
Baca juga: 3 OTT Berentet di Awal 2022, KPK Berharap Bikin Efek Jera
Rahmat Effendi diduga menerima suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Saat OTT dilakukan, ditemukan bukti senilai Rp 5,7 miliar dengan rincian uang tunai sebesar Rp 3 miliar dalam pecahan rupiah, kemudian buku rekening dengan saldo senilai Rp 2,7 miliar.
KPK mengungkapkan, Pepen meminta suap dengan kode "sumbangan masjid".
"Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan 'untuk sumbangan masjid'," ucap Firli.
Pepen diduga campur tangan dan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digusur dan digunakan untuk proyek pengadaan.
Lokasi-lokasi itu antara lain pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar, dan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Baca juga: Bupati Langkat Sempat Kabur Saat OTT, KPK Klarifikasi soal Indikasi Informasi Bocor
Lebih jauh, Pepen juga diduga menerima ratusan juta rupiah dari hasil minta "uang jabatan" kepada pegawai Pemerintah Kota Bekasi.
"Tersangka RE juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi, sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintah Kota Bekasi," papar Ketua KPK.
Setelah menyandang status sebagai tersangka, Pepen pun ditahan. Kini, dua minggu pasca penetapan tersangka Pepen, KPK terus mendalami aliran uang panas tersebut.
Terkait hal ini, KPK mengatakan tidak sedang mengincar Partai Golkar. Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan, ditangkapnya dua kader Golkar dalam waktu berdekatan hanya sebuah kebetulan.
"Ini hanya apesnya saja ya. Karena selama ini ranjau-ranjau yang ditebar oleh KPK cukup banyak. Jumlahnya bukan hanya 10 atau 20, tapi ratusan," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Beberapa waktu lalu, anak Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi, Ade Puspitasari, sempat menuding bahwa KPK tengah mengincar Partai Golkar.
Baca juga: KPK Ingatkan Penyelenggara Negara Laporkan LHKPN Sebelum 31 Maret 2022
Karyoto menegaskan, pihaknya tidak memandang latar belakang pihak-pihak yang diduga melakukan korupsi. Menurutnya, KPK bekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Kita tidak memandang warnanya apa. Tetapi berdasarkan laporan yang ada. Kemudian ditindaklanjuti dengan cara kita," ucap Karyoto.
"Kalau yang tidak terpantau, mungkin nasibnya saja yang belum tertangkap," lanjutnya.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Menurut dia, KPK tidak mengincar pihak-pihak tertentu saat menangani kasus korupsi.
"Jadi kami bukan mengejar warna ataupun menghindari warna. Warnanya kuning, warnanya merah, hijau, biru ataupun yang lain, kalau tidak memenuhi alat bukti, kami tidak mungkin menangkapnya," terang Ghufron dalam kesempatan yang sama.
Ghufron mengatakan, pihaknya menangkap setiap warga negara, yang karena keadaannya berdasarkan alat bukti yang cukup, patut diduga sedang atau sesaat setelah melakukan tindakan korupsi.
"Di hadapan kami tidak ada warna. Di hadapan kami semua sama," tandasnya.
Baca juga: KPK Dalami Aliran Uang Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang Diterima dari Perantaranya
Partai Golkar sendiri telah angkat bicara terkait penangkapan dua kader mereka. Ketua Badan Hukum dan Advokasi Partai Golkar Supriansa menyatakan, partainya turut prihatin dengan kasus yang menyeret Bupati Langkat.
Supriansa mengatakan, Golkar menyerahkan proses hukum tersebut ke KPK.
"Bupati Langkat tentu memiliki argumentasi di hadapan penyidik, dan masalah itu kita serahkan kepada penyidik untuk melakukan proses hukum kepada yang bersangkutan," kata Supriansa kepada wartawan, Kamis (20/1/2022).
Anggota Komisi III DPR itu mengaku baru mendengar kabar terkait kasus hukum yang menjerat Terbit melalui media massa.
"Belum ada penyampaian secara khusus dari pihak Bupati Langkat di Bakumham Golkar," ujar Supriansa.
Ketika Rahmat Effendi terjaring OTT, Supriansa juga menyatakan keprihatinan partainya. Kala itu, Supriansa mengatakan bahwa Golkar siap jika dimintai bantuan hukum oleh Rahmat ataupun keluarganya.
Menurut dia, Partai Golkar melalui Bakumham siap mendampingi Rahmat menghadapi kasusnya sampai di pengadilan.
"Jika beliau atau keluarganya meminta," kata Supriansa, Kamis (6/1/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.