Vaksin Nusantara dikritik
Pada 21 Februari 2021, beberapa ahli mempertanyakan pengembangan vaksin dengan sel dendritik tersebut.
Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, vaksin Nusantara sebaiknya tidak didanai oleh pemerintah.
Baca juga: BPOM Memproses Izin Penggunaan 3 Jenis Vaksin Covid-19 untuk Booster
Ia juga meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberhentikan perizinan pengembangan vaksin tersebut jika ada aturan yang tidak sesuai.
Senada dengan Pandu, Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog, Ines Atmosukarto, mengatakan, vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.
Menurut Ines, ada prosedur yang harus dilewati, yakni mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka.
Pada 8 Maret 2021, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK), Universitas Gadjah Mada (UGM) memutuskan untuk mengundurkan diri dari tim penelitian vaksin Nusantara.
Sebab, para peneliti tidak dilibatkan dalam proses uji klinis, termasuk dalam penyusunan protokol.
"Kami baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu dikembangkan di Semarang, kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM," ujar Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan Yodi Mahendradhata dalam keterangan tertulis Humas UGM.
Baca juga: Kemenkes Sebut Vaksin Nusantara Tak Bisa Dikomersialkan
Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan dr Yodi Mahendradhata menyebutkan, pihaknya sudah mengirim surat pengunduran diri ke Kemenkes.
Selain itu, Yodi juga menyebutkan, pihaknya sebenarnya belum terlibat sama sekali dalam penggarapan vaksin Nusantara.