JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung menahan Syahril Japarin, tersangka perkara dugaan korupsi di Perum Perindo 2016-2019. Syahril yang merupakan mantan Direktur Perum Perindo ditahan Kejagung setelah menjalani pemeriksaan.
Syahril ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan, yaitu sejak 27 Oktober sampai 15 November 2021 untuk mempercepat proses penyidikan.
Selain itu, satu tersangka lain yang ditetapkan penyidik pada hari ini, yaitu Riyanto Utomo juga ditahan.
Namun, Riyanto ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Adapun Riyanto merupakan Direktur Utama PT Global Prima Santosa.
Baca juga: Dugaan Korupsi Perum Perindo, Eks Dirut Jadi Tersangka
"Untuk mempercepat proses penyidikan, selanjutnya terhadap dua tersangka dilakukan penahanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers, Rabu (27/10/2021).
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, total Kejagung sudah menetapkan lima tersangka.
Tiga tersangka yang ditetapkan sebelumnya adalah NMB selaku Direktur PT Prima Pangan Madani, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur, dan WP selaku mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan, dan Pengelolaan Perum Perindo.
Adapun duduk perkara dugaan tindak pidana korupsi ini yaitu bermula pada 2017 saat Direktur Utama PT Perindo yang dijabat oleh Syahril menerbitkan MTN untuk meningkatkan pendapat perusahaan.
Perum Perindo pun mendapatkan dana Rp 200 miliar yang terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 (Seri A) dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 (Seri B).
Tujuan MTN itu untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan Seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN Seri A dan Seri B.
MTN Seri A dan Seri B itu sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP.
Kemudian, pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo diganti dan dijabat RS. Dalam menjalankan bisnis perdagangan ikan itu, penunjukkan mitra bisnis yang dilakukan Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak melakukan analisis usaha, rencana keuangan, dan proyeksi pengembangan usaha.
Baca juga: Eks Dirut Tersangka Dugaan Korupsi Perum Perindo, Ini Perannya Menurut Kejagung
Selain itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah terima barang, tidak ada laporan jual beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo itu pun menyebabkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar serta menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo.
Menurut penyidik, transaksi-transaksi fiktif itu menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp 149 miliar.
Leonard mengatakan, total kerugian keuangan negara dalam kasus ini tengah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.