JAKARTA, KOMPAS.com – Sebanyak 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) akan diberhentikan per 30 September 2021.
Berbagai pihak pun masih mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk bersikap atas polemik pemberhentian 56 dari 75 pegawai KPK yang menjalani tes tersebut.
Adapun, banyak dari para pegawai yang dinyatakan tidak lolos tes adalah orang-orang yang terkenal memiliki integritas dalam pemberantasan korupsi.
Mereka diantaranya penyidik Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, serta penyidik Harun Al Rasyid.
Terhitung sejak awal mula isu pemecatan pegawai KPK yang tak lolos TWK ini mulai jadi sorotan publik, Jokowi hanya pernah memberikan dua kali pernyataan.
Baca juga: Komnas HAM: Presiden Berwenang Ambil Langkah Selesaikan Persoalan TWK KPK
Bahkan, pernyataan Jokowi terkait isu tersebut cenderung berbeda dari pernyataannya terdahulu.
Sikap presiden terkait TWK pertama kali disampaikan ke publik pada 17 Mei 2021, 10 hari setelah Ketua KPK Firli Bahuri menerbitkan surat keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tentang pembebastugasan 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Saat itu, Presiden tegas menyatakan, TWK tidak bisa serta merta jadi dasar pemberhentian pegawai KPK yang tak lolos.
Menurut Jokowi, hasil TWK, seharusnya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK ke depan, baik terhadap individu maupun institusi.
"Dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).
Baca juga: Pusako Duga Jokowi Tidak Baca Seluruh Putusan MA dan MK soal TWK KPK
Namun, kini saat KPK mengeluarkan surat resmi pemecatan secara hormat terhadap 56 dari 75 pegawainya yang tak lolos tes tersebut, Jokowi enggan banyak bersuara.
Kepala negara tidak ingin segala persoalan selalu dilimpahkan atau ditarik-tarik ke dirinya.
Menurut Jokowi, pihak yang berwenang menjawab persoalan alih status pegawai KPK adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," kata Jokowi ketika bertemu di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (15/9/2021).
Salah satu pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus TWK, yakni Ketua Satgas Penyelidik KPK Harun Al Rasyid, meminta Presiden Joko Widodo turun tangan langsung dalam persoalan terkait polemik TWK pegawai KPK.
Baca juga: Komisioner Harap Jokowi Pakai Rekomendasi Komnas HAM Sikapi Persoalan TWK KPK
Pegawai yang pernah menyandang status sebagai Raja OTT dari Ketua KPK Firli Bahuri ini menyatakan ia tak lagi mengerjakan apapun dengan keluarnya surat keputusan penonaktifan tersebut.
"Harapan kami ke depan agar Presiden Jokowi sesuai dengan amanat UU, bisa mengambil alih persoalan ini, karena sudah hampir sebulan kami tidak melakukan pekerjaan apapun sementara kami tetap digaji besar oleh negara," kata Harun sebagaimana dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (2/6/2021).
Di kesempatan lain, Harun juga menilai Presiden Joko Widodo punya tanggung jawab moral untuk membantu pegawai KPK yang akan diberhentikan pasca- TWK.
“Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan juga sebagai kepala negara tentu dia punya tanggung jawab moral ya,” ujar Kasatgas Penyelidik nonaktif KPK Harun Al Rasyid, di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Jumat (17/9/2021).
Hal senada juga terlontar dari kalangan akademisi. Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, menilai seharusnya Jokowi tidak lepas dari tanggung jawabnya atas isu pemecatan pegawai KPK ini.
Baca juga: Soal TWK KPK, Jokowi Dinilai Bisa Dianggap Tak Konsisten hingga Tak Paham Masalah
Ia juga menilai seharusnya Jokowi bisa menertibkan pimpinan KPK yang berlaku semena-mena.
"Tidak sepatutnya Presiden Jokowi mengelak (dari) tanggung jawab atas pemecatan 56 pegawai KPK,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra, kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).
Lebih lanjut, Jokowi selaku Kepala negara perlu mengacu pada rekomendasi Ombudsman dan temuan Komnas HAM atas pelaksanaan TWK.
Berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan, Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi. Sementara Komnas HAM menemukan 11 bentuk pelanggaran HAM dalam asesmen TWK.
Kedua lembaga negara itu juga merekomendasikan agar pegawai yang tak lolos TWK tetap dilantik menjadi ASN.
“Fatsunnya pula Presiden mengikuti rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM sebagai lembaga resmi negara," ujar Azyumardi.
Baca juga: Jokowi Dulu Tegas soal TWK KPK, Kini Dinilai Mulai Lepas Tangan...
Para pegawai KPK nonaktif, pegiat antikorupsi, serta elemen masyarakat sipil tidak tinggal diam atas polemik TWK KPK dan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini.
Mereka membentuk aksi solidaritas masyarakat sipil dan mendirikan "Kantor darurat pemberantasan korupsi" di depan Gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kantor darurat tersebut terpantau sudah mulai beroperasi pada Jumat (18/9/2021) pukul 16.00 WIB.
Kuasa hukum 57 pegawai KPK yang tidak lolos menjadi ASN akibat tidak lulus TWK, Saor Siagian, mengatakan, kantor ini terbuka untuk seluruh masyarakat.
Menurut dia, fungsi jangka pendek kantor darurat ini adalah memberikan advokasi kepada 57 pegawai lembaga antirasuah yang tidak lulus TWK.
Baca juga: Saat TWK Berujung Pemberhentian 56 Pegawai KPK…
"Fokus jangka pendek mengadvokasi kawan-kawan staf KPK yang dipecat," ujar Saor kepada awak media, Jumat.
Adapun melalui kantor darurat tersebut, masyarakat menitipkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Isi suratnya mengenai pembatalan tes wawasan kebangsaan yang berujung pemberhentian 57 pegawai KPK dan menepati janjinya untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.