Dari berbagai ulasan dan eksplorasi penulis di dalam buku ini, juga dari puluhan webinar yang diadakan, tampak bahwa ada problem kemunduran demokrasi serius yang dituliskan dalam berbagai istilah oleh berbagai sarjana ilmu politik, seperti defective democracy, democratic setbacks, democratic regression, democratic deconsolidation, democratic decline, authoritarian turn, democratic backsliding, democratic recession, illiberal democracy, nondemocratic pluralism, recession of democracy, neo authoritarianism, authoritarian innovation, dan authoritarian turn.
Sebagaimana teori Diamond, Mietzner, Aspinall, juga Warburton dan Power, kemunduran demokrasi merupakan sebuah proses saat aktor-aktor yang terpilih secara demokratis memunggungi nilai-nilai dan institusi demokrasi, sehingga pengabaian nyawa warga negara di masa pandemi merupakan tumbal yang tak terhindarkan dari kemunduran demokrasi dalam wujudnya yang paling brutal.
Pertanyaannya kemudian adalah mengapa kemerosotan demokrasi terjadi?
Daron Acemoglu dan James A Robison (2019) dalam karya monumentalnya The Narrow Corridor: States, Societies, and the Fate of Liberty menekankan perlunya menjaga keseimbangan kekuasaan antara negara dan masyarakat sipil untuk mempertahankan jalan sempit kebebasan sipil.
Menurut mereka, jika negara terlalu kuat, ia akan berubah menjadi raksasa yang akan membunuh kebebasan sipil dan demokrasi. Di sisi lain, jika masyarakat sipil terlalu kuat dan negara terlalu lemah, yang akan terjadi adalah kekacauan sosial yang terjadi karena tidak adanya ketertiban.
Terinspirasi oleh Acemoglu dan Robison, kita melihat bahwa salah satu penyebab utama kemunduran demokrasi di Indonesia adalah kekuatan oligarki yang cepat terkonsolidasi setelah Reformasi 1998 dan terutama sejak 2019, di satu sisi, dan tergesa-gesa masyarakat sipil untuk berkonsolidasi dan bersaing dengan mereka di sisi lain.
Dalam konteks ini, oligarki bisa didefinisikan sebagai sistem hubungan kekuasaan yang memungkinkan akumulasi kekayaan dan otoritas di tangan segelintir elit beserta seperangkat mekanisme untuk mempertahankannya (Robison dan Hadiz; 2013).
Hasilnya adalah berbagai bentuk kebijakan yang melayani kepentingan kepentingan ekonomi politik para elit tetapi meninggalkan kepentingan publik. Hal ini tercermin dalam berbagai tulisan dalam buku ini, mulai dari penanganan pandemi yang buruk, perusakan lingkungan, maraknya korupsi di tingkat nasional dan lokal, melemahnya lembaga antikorupsi, perampasan tanah petani, kooptasi kebebasan akademik, semakin menyempitnya ruang publik dan kebebasan berbicara, hingga komunikasi krisis yang buruk.