Keberagaman profesi juga sejalan dengan keberagaman tempat asal karena peserta berasal dari seluruh Nusantara. Sebagian besar peserta berasal dari Jawa yang terdiri dari Banten (10 persen), DKI Jakarta (23 persen), Jawa Barat (15 persen), Jawa Timur (3 persen) dan Jawa Tengah (5 persen). Namun hampir separuhnya (47 persen) berasal dari pulau-pulau di luar Jawa seperti dari Papua, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bangka, Aceh dan lain-lain.
LP3ES melakukan asesmen cepat melalui survei terbatas kepada 38 peserta Sekolah Demokrasi. Mereka adalah bagian dari kelas terdidik masyarakat Indonesia dimaksudkan sebagai proxy terhadap elite.
Sebagai responden, mereka diminta menjawab sejumlah pertanyaan pokok yang dirumuskan dalam sebuah kuesioner terstruktur tentang bagaimana mereka memandang situasi demokrasi di Indonesia dewasa ini dan apakah mereka memiliki pendapat yang sama dengan berbagai teoritisasi demokrasi di Indonesia yang dikemukakan oleh para ahli di atas.
Survei terbatas ini dilengkapi dengan penggalian pandangan dalam setiap sesi di forum Sekolah Demokrasi. Dari kedua proses metodis yang saling melengkapi ini, kami mendapatkan gambaran bagaimana kondisi terkini permasalahan demokrasi di Indonesia melalui kacamata elite.
Penting dikemukakan sebagai catatan, survei ini memiliki keterbatasan metodologis karena idealnya survei melibatkan jumlah responden yang relatif besar.
Dengan hanya menjaring responden tertentu yang terbatas dalam lingkup peserta Sekolah Demokrasi LP3ES, “mini survey” ini lebih merupakan asesmen untuk memetakan isu secara cepat (rapid assessment). Dia tidak mengklaim mewakili seluruh masyarakat Indonesia bahkan juga tidak mengklaim mewakili seluruh lapisan elite di Indonesia.
Namun, setidaknya bisa memberikan gambaran tentang persepsi sebagian elite yang terpilih sebagai peserta sekolah demokrasi yang berjumlah 38 orang namun merupakan hasil saringan dari hampir 600 pendaftar yang beragam dari sisi asal wilayah, profesi maupun gender.
Rangkuman dari pokok-pokok pandangan para peserta Sekolah Demokrasi LP3ES dapat dikemukakan dalam paparan berikut ini. Umumnya, responden melihat bahwa demokrasi Indonesia berada dalam situasi suram karena mengalami stagnasi bahkan kemunduran, mengarah kepada ciri-ciri otoriteriansime.
Sebaliknya, hanya sebagian kecil peserta yang menilai demokrasi kita maju. Dari survei tersebut ditemukan sebagai berikut sebagian besar responden melihat bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam situasi yang suram berupa kemunduran (44,7 persen), stagnasi/stagnasi (23,7 persen) dan bahkan ada yang menganggap kita berada di bawah otoritarianisme (28,9 persen). Hanya 2,7 persen responden yang menilai demokrasi kita maju.
Setidaknya terdapat 21 fenomena yang menjadi masalah yang menandai kemerosotan demokrasi Indonesia yang memiliki tingkat konformitas tinggi dari responden (di atas 80 persen), yaitu (1) maraknya praktik politik uang dalam pemilu, (2) regenerasi partai politik yang macet, (3) populisme dan politik identitas, (4) hilangnya kekuatan penyeimbang negara dan oposisi, (5) terjadinya praktik korupsi politik, (6) maraknya berita palsu (hoaks) dan ujaran kebencian, (7) rendahnya literasi politik masyarakat, (8) literasi media yang rendah, (9) peran masyarakat sipil yang lemah, (10) kualitas pemilu rendah, (11) media massa partisan, (12) rendahnya efektivitas pemerintahan, (13) rendahnya partisipasi politik, (14) menguatnya ancaman kebebasan berbicara, (15) ancaman kebebasan berserikat, (16) adanya kekebalan terhadap para pelanggar hak asasi manusia (17), masih terjadinya ketimpangan ekonomi, (18) terjadinya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas, (19) toleransi atau advokasi terhadap kekerasan, (20) terjadinya teror dunia maya terhadap kelompok kritis, serta (21) terjadinya upaya kriminalisasi kelompok-kelompok kritis masyarakat.
Melengkapi temuan pokok survei di atas, permasalahan demokrasi yang muncul diungkapkan oleh peserta di sekolah demokrasi.
Pertama, politik dinasti dalam pemilu. Politik dinasti merupakan salah satu masalah serius demokrasi yang diungkapkan oleh peserta diskusi dan menjadi kesepakatan forum. Secara spesifik, wilayah yang dianggap sebagai lokus pelaksanaan politik dinasti adalah Banten yang dipraktekkan oleh keluarga ratu Atut dan Solo yang terkait dengan kemajuan Gibran, putra Presiden Jokowi, dalam Pilkada yang berpotensi menjadi calon tunggal.
Kedua, persoalan terkait parpol. Di tengah semangat desentralisasi, kader-kader yang diusung oleh partai-partai di daerah sering kali kerap digemari oleh dewan pengurus pusat di Jakarta tapi tidak mengakar di daerah. Akibatnya adalah tidak adanya akuntabilitas dan kesetaraan lokal.
Hasilnya adalah ketergantungan partai lokal pada partai pusat. Ideologi parpol juga tidak jelas membuat mereka seperti kelompok kepentingan yang bergerak untuk pragmatisme politik jangka pendek.
Selain itu, tidak ada demokrasi dan kesetaraan di dalam partai politik, meski diharapkan menjadi pilar utama demokrasi. Belum adanya transparansi keuangan partai politik, terutama pada saat pemilihan umum juga masalah serius lainnya.
Ketiga, problem oligarki. Ia dimulai dari politik, yaitu penumpukan kekuasaan dan kekayaan di tangan segelintir elite merupakan satu hal yang dipandang sebagai masalah demokrasi lainnya.
Elite yang kaya dan berkuasa ini memanfaatkannya untuk membeli suara dalam pemilu sehingga yang terpilih belum tentu menjadi cerminan suara rakyat. Termasuk oligarki di tingkat lokal.
Oligarki media yaitu penguasaan media massa oleh segelintir orang, sebagian di antaranya adalah politisi, dipandang sebagai masalah lain yang melemahkan fungsi media sebagai anjing penjaga demokrasi.
Bagian ini menunjukkan dengan jernih bahwa kemunduran demokrasi bukan hanya persepsi publik atau akademisi namun juga diakui dan disadari oleh kalangan elit di Indonesia, sekurang-kurangnya lapisan elite yang bergabung dalam sekolah demokrasi LP3ES.
Dengan kata lain, kami menyadari keterbatasan metodologi bahwa survei ini tidak dapat diklaim mewakili seluruh lapisan elite di Indonesia mengingat terbatasnya responden namun sekurang-kurangnya ia bisa memberi insight tentang persepsi sebagian elite kita.