Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wijayanto
Dosen

Direktur Center for Media and Democracy, LP3ES, Jakarta dan sekaligus Kepala Sekolah Demokrasi, LP3ES. Penulis juga Dosen Media dan Demokrasi, FISIP UNDIP, meraih gelar Doktor dalam bidang Media dan Politik dari Universitas Leiden pada tahun 2019.

Dari Sekolah Demokrasi Menuju Lahirnya Generasi Indonesia Baru

Kompas.com - 15/08/2021, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keberagaman profesi juga sejalan dengan keberagaman tempat asal karena peserta berasal dari seluruh Nusantara. Sebagian besar peserta berasal dari Jawa yang terdiri dari Banten (10 persen), DKI Jakarta (23 persen), Jawa Barat (15 persen), Jawa Timur (3 persen) dan Jawa Tengah (5 persen). Namun hampir separuhnya (47 persen) berasal dari pulau-pulau di luar Jawa seperti dari Papua, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bangka, Aceh dan lain-lain.

LP3ES melakukan asesmen cepat melalui survei terbatas kepada 38 peserta Sekolah Demokrasi. Mereka adalah bagian dari kelas terdidik masyarakat Indonesia dimaksudkan sebagai proxy terhadap elite.

Sebagai responden, mereka diminta menjawab sejumlah pertanyaan pokok yang dirumuskan dalam sebuah kuesioner terstruktur tentang bagaimana mereka memandang situasi demokrasi di Indonesia dewasa ini dan apakah mereka memiliki pendapat yang sama dengan berbagai teoritisasi demokrasi di Indonesia yang dikemukakan oleh para ahli di atas.

Survei terbatas ini dilengkapi dengan penggalian pandangan dalam setiap sesi di forum Sekolah Demokrasi. Dari kedua proses metodis yang saling melengkapi ini, kami mendapatkan gambaran bagaimana kondisi terkini permasalahan demokrasi di Indonesia melalui kacamata elite.

Penting dikemukakan sebagai catatan, survei ini memiliki keterbatasan metodologis karena idealnya survei melibatkan jumlah responden yang relatif besar.

Dengan hanya menjaring responden tertentu yang terbatas dalam lingkup peserta Sekolah Demokrasi LP3ES, “mini survey” ini lebih merupakan asesmen untuk memetakan isu secara cepat (rapid assessment). Dia tidak mengklaim mewakili seluruh masyarakat Indonesia bahkan juga tidak mengklaim mewakili seluruh lapisan elite di Indonesia.

Namun, setidaknya bisa memberikan gambaran tentang persepsi sebagian elite yang terpilih sebagai peserta sekolah demokrasi yang berjumlah 38 orang namun merupakan hasil saringan dari hampir 600 pendaftar yang beragam dari sisi asal wilayah, profesi maupun gender.

Rangkuman dari pokok-pokok pandangan para peserta Sekolah Demokrasi LP3ES dapat dikemukakan dalam paparan berikut ini. Umumnya, responden melihat bahwa demokrasi Indonesia berada dalam situasi suram karena mengalami stagnasi bahkan kemunduran, mengarah kepada ciri-ciri otoriteriansime.

Sebaliknya, hanya sebagian kecil peserta yang menilai demokrasi kita maju. Dari survei tersebut ditemukan sebagai berikut sebagian besar responden melihat bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam situasi yang suram berupa kemunduran (44,7 persen), stagnasi/stagnasi (23,7 persen) dan bahkan ada yang menganggap kita berada di bawah otoritarianisme (28,9 persen). Hanya 2,7 persen responden yang menilai demokrasi kita maju.

Setidaknya terdapat 21 fenomena yang menjadi masalah yang menandai kemerosotan demokrasi Indonesia yang memiliki tingkat konformitas tinggi dari responden (di atas 80 persen), yaitu (1) maraknya praktik politik uang dalam pemilu, (2) regenerasi partai politik yang macet, (3) populisme dan politik identitas, (4) hilangnya kekuatan penyeimbang negara dan oposisi, (5) terjadinya praktik korupsi politik, (6) maraknya berita palsu (hoaks) dan ujaran kebencian, (7) rendahnya literasi politik masyarakat, (8) literasi media yang rendah, (9) peran masyarakat sipil yang lemah, (10) kualitas pemilu rendah, (11) media massa partisan, (12) rendahnya efektivitas pemerintahan, (13) rendahnya partisipasi politik, (14) menguatnya ancaman kebebasan berbicara, (15) ancaman kebebasan berserikat, (16) adanya kekebalan terhadap para pelanggar hak asasi manusia (17), masih terjadinya ketimpangan ekonomi, (18) terjadinya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas, (19) toleransi atau advokasi terhadap kekerasan, (20) terjadinya teror dunia maya terhadap kelompok kritis, serta (21) terjadinya upaya kriminalisasi kelompok-kelompok kritis masyarakat.

Melengkapi temuan pokok survei di atas, permasalahan demokrasi yang muncul diungkapkan oleh peserta di sekolah demokrasi.

Pertama, politik dinasti dalam pemilu. Politik dinasti merupakan salah satu masalah serius demokrasi yang diungkapkan oleh peserta diskusi dan menjadi kesepakatan forum. Secara spesifik, wilayah yang dianggap sebagai lokus pelaksanaan politik dinasti adalah Banten yang dipraktekkan oleh keluarga ratu Atut dan Solo yang terkait dengan kemajuan Gibran, putra Presiden Jokowi, dalam Pilkada yang berpotensi menjadi calon tunggal.

Kedua, persoalan terkait parpol. Di tengah semangat desentralisasi, kader-kader yang diusung oleh partai-partai di daerah sering kali kerap digemari oleh dewan pengurus pusat di Jakarta tapi tidak mengakar di daerah. Akibatnya adalah tidak adanya akuntabilitas dan kesetaraan lokal.

Hasilnya adalah ketergantungan partai lokal pada partai pusat. Ideologi parpol juga tidak jelas membuat mereka seperti kelompok kepentingan yang bergerak untuk pragmatisme politik jangka pendek.
Selain itu, tidak ada demokrasi dan kesetaraan di dalam partai politik, meski diharapkan menjadi pilar utama demokrasi. Belum adanya transparansi keuangan partai politik, terutama pada saat pemilihan umum juga masalah serius lainnya.

Ketiga, problem oligarki. Ia dimulai dari politik, yaitu penumpukan kekuasaan dan kekayaan di tangan segelintir elite merupakan satu hal yang dipandang sebagai masalah demokrasi lainnya.

Elite yang kaya dan berkuasa ini memanfaatkannya untuk membeli suara dalam pemilu sehingga yang terpilih belum tentu menjadi cerminan suara rakyat. Termasuk oligarki di tingkat lokal.

Oligarki media yaitu penguasaan media massa oleh segelintir orang, sebagian di antaranya adalah politisi, dipandang sebagai masalah lain yang melemahkan fungsi media sebagai anjing penjaga demokrasi.

Bagian ini menunjukkan dengan jernih bahwa kemunduran demokrasi bukan hanya persepsi publik atau akademisi namun juga diakui dan disadari oleh kalangan elit di Indonesia, sekurang-kurangnya lapisan elite yang bergabung dalam sekolah demokrasi LP3ES.

Dengan kata lain, kami menyadari keterbatasan metodologi bahwa survei ini tidak dapat diklaim mewakili seluruh lapisan elite di Indonesia mengingat terbatasnya responden namun sekurang-kurangnya ia bisa memberi insight tentang persepsi sebagian elite kita.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Perwakilan Ulama Madura dan Jatim Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

PPP Tak Lolos ke DPR karena Salah Arah Saat Dukung Ganjar?

Nasional
Kubu Prabowo Sebut 'Amicus Curiae' Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Kubu Prabowo Sebut "Amicus Curiae" Megawati soal Kecurangan TSM Pilpres Sudah Terbantahkan

Nasional
BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

BMKG Minta Otoritas Penerbangan Waspada Dampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com