Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Nilai Ombudsman Tak Logis Sebut BKN Tak Kompeten Selenggarakan TWK

Kompas.com - 06/08/2021, 07:38 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Ombudsman menyatakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) tidak berkompeten dalam melaksanakan asesmen TWK untuk para pegawai KPK.

Menurut Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng, penyebabnya adalah BKN tidak memiliki instrumen dan asesor untuk melaksanakan alih status pegawai KPK menjadi ASN.

"Pertanyaannya, kalau BKN dianggap tidak kompeten kemudian ditolak oleh Ombudsman, kepada siapa lagi KPK akan meminta tes wawasan kebangsaan ini," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers, Kamis (5/8/2021).

Baca juga: KPK Keberatan Dinyatakan Lakukan Malaadministrasi, Ini Respons Ombudsman

"Ini kan tidak logis, lembaga atau ketatanegaraan sudah memberi wewenang kepada BKN, kemudian oleh Ombudsman RI dinyatakan tidak kompeten, lantas kepada siapa kami akan meminta TWK kalau BKN menolak," ucap dia,

Ghufron pun menjelaskan bahwa di dalam Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN telah disebut kewenangan BKN dalam menyelenggarakan manajemen ASN.

Dalam peraturan perundang-undangan misalnya, Pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenanangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN.

Tugas dan fungsi BKN, kata Ghufron, penyelenggaraan ASN, termasuk membina dan menyelenggarakan penilaian kompetensi serta pengevaluasi kinerja ASN oleh instansi pemerintah.

"Kalau kemudian BKN dianggap tak kompeten berarti 'kosong' karena tidak ada lagi di Republik Indonesia yang memiliki kewenangan untuk ini," ujar dia.

Baca juga: Tanggapi BKN, Ombudsman: LAHP soal TWK Bukan Dijawab dengan Dokumen, tetapi Dijalankan

Tak hanya itu, KPK pun menuding Ombudsman juga telah melakukan malaadministrasi dalam pemeriksaan atas penyelenggaraan TWK tersebut.

Ghufron mengatakan, saat dirinya mewakili KPK melakukan klarifikasi di Ombudsman, seharusnya klarifikasi itu dilakukan oleh kedeputian keasistenan yang membidangi fungsi pemeriksaan.

Hal tersebut sebagaimana peraturan Ombusdman RI Nomor 48 Tahun 2020 pasal 15 Ayat 2.

"Mestinya, pada saat itu Kedeputian Keasistenan IV, tapi yang hadir siapa? Yang hadir adalah Robert Na Endi Jaweng, seorang Komisioner," ujar Ghufron.

"Sama dengan saya yang hadir harmonisasi di Kumham, jadi apa yang dikatakan malaadministasi karena pimpinannya yang hadir, ternyata di Ombudsman dilakukan hal yang sama, maka kalau konsisten pemeriksaan ini (LAHP) juga dilakukan secara malaadministrasi," tegas dia.

Baca juga: 13 Poin Keberatan KPK atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan Ombudsman Terkait Alih Status Pegawai

Ombudsman RI menyatakan ada malaadministrasi dalam pelaksanaan rapat harmonisasi TWK yang dihadiri pimpinan Kementerian/Lembaga yang seharusnya dipimpin oleh Dirjen.

Menurut Ombudsman, penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi sebelumnya.

"Ombudsman tidak memahami Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Administasi Pemerintahan," kata Ghufron.

"Bahwa delegator itu, yang memberi delegasi, saya memberikan delegasi kepada Biro, sewaktu-waktu ketika saya hadir sendiri, itu tidak masalah secara hukum, tidak merupakan kesalahan," ucap Ghufron.

Baca juga: KPK Sebut Ombudsman Melanggar Hukum Karena Periksa Laporan yang Ditangani Pengadilan

Ia pun menjelaskan bahwa dalam peraturan Menteri Hukum dan HAM nomor 23 tahun 2018 harmonisasi antar Kementerian/Lembaga memang dimandatkan kepada Direktorat Jenderal.

Sama halnya dengan KPK, kata Ghufron, lembaga antirasuah itu juga mendelegasikan harmonisasi tersebut ke Biro Hukum KPK.

"Rangkaian harmonisasinya ada lima kali, beberapa kali dihadiri Biro dengan Dirjen di sana, tetapi ketika final kami yang hadir, pimpinan, Ketua (Firli Bahuri) dan saya yang hadir, apakah itu salah?," ujar Ghufron.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com