Nah, kalau kita berbicara membahas kekinian, maka sejatinya negara sedang menghadapi wabah pandemi Covid-19 dan gejolak keamanan dan ketertiban masyarakat, antara lain wabah radikalisme dan aksi teror di beberapa daerah antara lain di Papua.
Dua masalah besar yang sangat memerlukan aparat kamtibmas dalam hal ini polisi untuk all out menanganinya. Pada kondisi seperti ini, maka sangat diperlukan aparat pendukung tugas tugas kabtibmas yang tengah merebak.
Dalam konteks ini sangat masuk akal pemerintah membutuhkan lebih banyak lagi orang orang terlatih yang dapat mendukung tugas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Pemerintah membutuhkan struktur organisasi kekuatan yang tersebar berdekatan ke dalam rongga sendi dari struktur pemerintahan daerah. Pemerintah membutuhkan dinamika pergeseran pasukan yang setiap saat dekat dengan permasalahan yang harus ditanggulangi.
Dengan demikian, maka sangat besar kemungkinan Presiden dalam hal ini akan menugaskan unsur pimpinan matra Darat dari jajaran TNI untuk memimpin dan mengkoordinasikan dalam menggerakkan TNI pada tugas tugas berkait penanggulangan Covid-19 dan pergolakan daerah.
Kesimpulannya adalah matra mana yang akan diberi tanggung jawab memimpin TNI akan sangat tergantung kepada perkembangan dinamika mutakhir yang tengah dihadapi sebagai tantangan terhadap aspek pertahanan keamanan negara.
Siapa pun yang dipilih Presiden, dipastikan ada pertimbangan khusus yang melatarbelakangi dan sebagai warganegara yang baik kita harus menghormatinya.
Kewenangan menunjuk Panglima TNI seyogyanya memang harus berada dalam otoritas penuh seorang Presiden, tanpa campur tangan pihak lain, siapa pun dia.
Prosedur fit and proper test untuk Panglima TNI di DPR memang merupakan sebuah ide dan gagasan bagus yang bermaksud baik. Sayangnya adalah bahwa selama ini hal itu justru terlihat hanya membawa dinamika penunjukan tugas Panglima TNI bergeser ke ranah politik.
Politik yang seperti biasanya akan lebih mengarah kepada jurus mementingkan interest dari golongan dan kelompok tertentu. Hal inilah sebenarnya menyebabkan pada setiap saat pergantian Panglima selalu saja terjadi polemik dan hiruk pikuk yang sangat menganggu.
Polemik dan hiruk pikuk yang sebenarnya tidak perlu terjadi, yang hanya membuang energi percuma.
Lebih dari itu pada kondisi ekstrem, bila negara dalam keadaan darurat perang, maka Presiden tidak punya waktu cukup untuk menunggu proses fit and proper test di DPR dalam proses menunjuk seorang Panglima untuk berangkat perang.
Persoalannya adalah bahwa musuh sudah terlanjur masuk, sementara Sang Panglima masih sibuk menjawab pertanyaan dalam proses fit and proper test di Parlemen.
Harus diakui bahwa proses fit and proper test adalah sebuah gagasan yang bagus, akan tetapi akan lebih bagus lagi bila proses itu tidak ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.