Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Rencana Kenaikan Pajak, Anggota DPR Singgung Beban Masyarakat Menengah ke Bawah

Kompas.com - 27/05/2021, 14:40 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus mengaku heran dengan rencana pemerintah yang akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh.

Pasalnya, ia menilai kebijakan tersebut, jika direalisasikan justru akan menambah beban dan memperlemah daya beli masyarakat yang sudah terdampak Covid-19.

"Rencana kenaikan pajak ini jelas mencederai rasa keadilan masyarakat dan jelas dampaknya akan menjadi beban berat kepada masyarakat luas terutama golongan menengah ke bawah," kata Guspardi dalam keterangannya, Kamis (27/5/2021).

Baca juga: Kasus Suap Pajak, KPK Panggil Kepala KPP Pratama Bantaeng

Oleh karena itu, Guspardi berpendapat saat ini bukanlah saat yang tepat untuk menaikkan PPN dan PPh di tengah situasi pandemi yang masih mengkhawatirkan.

Pandemi Covid-19, kata dia, belum jelas kapan berakhir sehingga menaikkan pajak tersebut akan dirasa menambah beban masyarakat.

"Negara lagi tertatih-tatih me-recovery ekonomi. Indikatornya cukup jelas, pertumbuhan ekonomi di kuartal 1 2021 masih terkonstraksi di kisaran -0,74 persen. Pemerintah terkesan seperti mencari jalan pintas dengan menaikkan pajak," terangnya.

Pemerintah, lanjut dia, seharusnya dapat mendorong geliat belanja masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu juga menjelaskan, pemerintah memasukkan isu kenaikan pajak ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Namun, ia menegaskan bahwa beleid yang ditetapkan sebagai program legislasi nasional (Prolegnas) pada Maret lalu, hingga kini belum dibahas dalam rapat Baleg.

"Untuk itu, pemerintah jangan tergesa-gesa menaikkan tarif pajak yang ujung-ujungnya malah blunder kepada pemulihan ekonomi nasional," pinta Guspardi.

Ia menyarankan, pemerintah sebaiknya mengejar wajib pajak kelas kakap yang dinilai belum patuh meski sudah diberikan tax amnesty pada 2016.

Menurutnya, menaikkan pajak penghasilan bagi orang 'super tajir' itu sangat wajar untuk membantu memulihkan ekonomi nasional.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berencana menambah layer pendapatan kena pajak dengan mengubah skema pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP).

Adapun rencana itu tertuang dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022.

Tarif PPh OP yang berlaku saat ini diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Baca juga: Guru, Veteran, hingga Pensiunan PNS Dibebaskan dari Pajak Bumi dan Bangunan

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah akan segera mengajukan revisi aturan kenaikan tarif PPN kepada DPR.

Rencana itu, maka tarif PPN yang dibebankan ke konsumen dapat lebih tinggi dari tarif biasanya yakni 10 persen.

Kendati demikian, pemerintah belum mengindikasikan berapa persen rencana kenaikan PPN tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com