Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Richo Andi Wibowo
Dosen

Dosen Fakultah Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan minat riset Kontrak Pemerintah dan Pencegahan Patologi Birokrasi | Anggota UNIID

Bersikeras Pindah Ibu Kota Saat Pagebluk

Kompas.com - 12/04/2021, 10:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lebih dari itu, para ilmuwan juga belum dapat memberikan jawaban pasti mengenai berapa lama efek vaksinasi dapat bertahan. Dengan lambatnya pelaksanaan vaksinasi dan belum jelasnya durasi perlindungan vaksin, maka mimpi untuk membentuk kekebalan kolektif masyarakat masih berpeluang untuk tidak tercapai.

Singkatnya, situasi kesehatan kita masih belum aman dan diliputi ketidakpastian. Hal ini tentunya juga akan mempengaruhi kondisi ekonomi. Maka, tidak seharusnya pemerintah beralih fokus ke urusan yang tidak mendesak dan terkesan tersier seperti perpindahan ibu kota negara.

Baca juga: Efektivitas Vaksin Covid-19 Melawan Ragam Varian Baru Virus Corona

Menyepelekan dan tergesa gesa

Anggaran infrastuktur perpindahan ibu kota membutuhkan biaya yang fantastis, sekitar Rp 466 triliun.

Sayangnya, pemerintah terkesan menyederhanakan nominal ini dengan mengatakan bahwa anggaran tersebut tidaklah jumbo, hanya seperlima dari postur anggaran keseluruhan APBN kita yang sebesar Rp 2.500 triliun.

Namun, argumentasi ini masih perlu dikritisi. Apalagi karena seluruh badan publik di level pusat dan daerah dipaksa untuk refocussing dan realocating anggaran untuk penanggulangan Covid-19. Sementara mereka patuh, mengapa justru pemerintah pusat memberikan contoh berbeda?

Apalagi biaya fantastis ini masih mungkin membengkak misalnya untuk alokasi anggaran pemindahan 900.000-an ASN/TNI/Polri, keluarganya dengan segenap perabotannya dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Pemerintah juga terkesan melakukan simplifikasi dengan berkata bahwa pembangunan ibu kota negara tidak akan membebani APBN, karena sebagian pekerjaan akan dilaksanakan dengan mekanisme penugasan BUMN dan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha.

Faktanya, penugasan BUMN kerap berujung pada Penyertaan Modal Negara pada BUMN tersebut (vide Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1) Permen BUMN No Per-1/MBU/03/2021). Artinya, akhirnya tetap saja proyek ini akan menyedot anggaran dari APBN.

Jika berkaca kebelakang, wacana pindah ibu kota ini sejatinya merupakan instruksi langsung Jokowi pada tahun 2017 kepada Bambang Brodjonegoro, Menteri PPN/Bappenas kala itu (Majalah Tempo, 11/5/2019).

Instruksi ini terkesan spontan. Buktinya tidak ada rencana pindah ibu kota yang tertuang di dokumen Perpres 02/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019. Bahkan buku 3 RPJMN tentang agenda pembangunan wilayah justru mendesain Kalimantan sebagai pusat paru paru dunia dan sentra lumbung pangan.

Maka, tidak heran publik menganggap pemerintah gegabah ketika pada tahun 2019 bersikeras memutuskan untuk memindahkan ibu kota.

Baca juga: Istana Negara di Ibu Kota Baru: Garuda dan Pradesain yang Dipamerkan Jokowi

 

Bahkan, hasil wawancara peneliti asing dengan beberapa pejabat teras menunjukkan bahwa pejabat terkait sebenarnya juga banyak yang menentang gagasan ini, namun kemudian memilih untuk menjalankannya lebih karena kepatuhan atas arahan Presiden (Bland, 2020).

Katakanlah publik masih bisa memaklumi keputusan Presiden yang tergesa gesa kala itu. Namun mengingat situasi pagebluk dan situasi masa depan yang masih diliputi ketidakpastian, baik kiranya jika Presiden bersikap bijak dengan merevisi keputusan pindah ibu kota, dan berfokus pada urusan yang lebih primer. (*Richo Andi Wibowo, Dosen UGM dengan minat riset kontrak pemerintah dan pencegahan patologi birokrasi)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com