Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada di Tengah Pandemi Dinilai Munculkan Problem Ketidakseimbangan Popularitas

Kompas.com - 10/11/2020, 18:19 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menyebut, terjadi ketidakseimbangan popularitas antara petahana dan penantang di Pilkada 2020.

Hal ini disebabkan karena Pilkada tahun ini digelar di tengah pandemi Covid-19.

"Jadi ada problem popularitas untuk para penantang terhadap petahana, kecuali daerah itu petahananya sudah dua kali, tidak ada petahana, maka dia akan start-nya sama," kata Saan dalam sebuah diskusi daring, Selasa (10/11/2020).

Saan memahami banyak pihak yang berusaha semaksimal mungkin meyakinkan bahwa Pilkada di tengah pandemi tak akan memunculkan persoalan popularitas.

Baca juga: Kilas Balik Pilkada DKI yang Selalu Sedot Perhatian Publik, Petahana Tak Pernah Menang

Sejumlah pihak mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menjadi ujian kepemimpinan petahana.

Mereka yang mampu menangani Covid-19 akan mendapatkan reward dengan cara dipilih kembali oleh publik, sedangkan yang tak mampu tangani pandemi tidak dipilih lagi.

Namun, kata Saan, tak dapat dipungkiri bahwa Pilkada di tengah pandemi memunculkan ketidakseimbangan popularitas.

Ia menyebut, tidak mudah menaikkan popularitas di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini.

Penantang punya ruang yang sangat terbatas untuk berkampanye dan bersosialisasi. Sementara, petahana sudah punya modal popularitas yang maksimal.

Baca juga: KPK Tak Hentikan Proses Hukum Selama Pilkada, Bagaimana Jika Kepala Daerah Terpilih Berstatus Tersangka?

"Walaupun (penantang kampanye) menggunakan media sosial, tetapi pengguna media sosial itu kalau saya lihat misalnya tingkat presentasinya yang paling banyak kan tetep Facebook, itu pun tidak terlalu seperti yang digambarkan," ujar Saan.

"Facebook itu pun jangkauannya lemah, masih tidak terlalu kuat," tuturnya.

Dengan modal popularitas yang tidak seimbang, lanjut Saan, sulit untuk mencapai kemenangan.

Sebab, dalam sistem pemilu langsung, yang paling utama ialah dikenalnya kandidat oleh publik.

"Prinsipnya kan begini, dikenal, disuka, dipilih, dikenal belum tentu disuka, disuka belum tentu dipilih, tapi modal utamanya tetap dikenal dulu. Tapi kalau tingkat keterkenalan rendah maka yang sukanya pun rendah, kalau yang sukanya rendah maka yang pilihnya rendah," ujar dia.

Baca juga: Bawaslu: Sulit Awasi Konten Kampanye di Media Sosial selama Masa Tenang Pilkada

Dengan adanya persoalan ini, kata Saan, banyak paslon yang akhirnya memilih untuk tetap kampanye secara tatap muka alih-alih sosialisasi daring.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com