Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Klaim Tak Ada Kepentingan Pribadi dalam Pembahasan RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 13/10/2020, 17:52 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja tidak dilakukan atas kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Ia juga mengklaim, pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang tak memanfaatkan kondisi saat ini untuk menguntungkan segelintir pihak.

"Tidak ada interest, kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok dalam kami pimpinan DPR, pimpinan fraksi dan pimpinan alat kelengkapan dalam hal ini Badan Legislasi, memanfaatkan kondisi tertentu untuk hal-hal tertentu yang menguntungkan para pihak tertentu," kata Azis dalam konferensi pers daring, Selasa (13/10/2020).

Baca juga: Penjelasan DPR soal Draf UU Cipta Kerja yang Berubah-ubah

Azis pun meminta masyarakat percaya bahwa DPR berkomitmen dalam memajukan bangsa. Ia memastikan penyusunan, pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja telah sesuai dengan aturan.

"Percayakanlah kepada kami bahwa saya berkomitmen untuk bangsa dan negara, menegakkan aturan secara proporsional," ujarnya.

Terkait dengan belum dikirimnya draf final UU Cipta Kerja ke pemerintah, Azis membantah dugaan adanya pasal selundupan.

Azis menyebut, draf final UU Cipta Kerja saat ini masih dalam proses koreksi Setjen DPR. Sebab, ada sejumlah kesalahan pengetikan dan pengulangan kata.

Rencananya, draf final akan dikirim ke Presiden pada Rabu (14/10/2020) besok.

"Saya jamin, sesuai sumpah jabatan saya dan rekan-rekan di sini, tentu kami tidak berani dan tidak akan memasukkan selundupan pasal," ujar Azis.

Baca juga: DPR Persilakan Pihak yang Keberatan pada UU Cipta Kerja Gugat ke MK

Azis menyebut, proses pembahasan RUU Cipta Kerja dilakukan bersama 9 fraksi. DPR juga telah melibatkan tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, kelompok pengusaha hingga buruh selama proses pembahasan.

Oleh sebab itu, Azis mempersilakan pihak-pihak yang tidak setuju dengan UU Cipta Kerja mengajukan permohonan uji materil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami sangat menghargai perbedaan-perbedaan untuk bisa dilakukan ke Mahkamah Konstitusi," katanya.

Untuk diketahui, Undang-undang Cipta Kerja disahkan melalui rapat paripurna DPR pada Senin (5/10/2020).

Pengesahan UU tersebut menimbulkan kontroversi karena pasal-pasal di dalamnya dinilai merugikan masyarakat, khususnya para pekerja atau buruh. Selain itu, proses penyusunan dan pembahasan naskah UU Cipta Kerja dianggap tertutup dari publik.

Pengesahan undang-undang tersebut pun menyebabkan buruh dan mahasiswa turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa pada Kamis (8/10/2020) di sejumlah daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com