JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea mengatakan, banyak advokat yang menyatakan siap untuk membantu para buruh dalam mengajukan permohonam uji materiil Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun, Andi enggan mengungkap siapa saja advokat yang akan mendampingi buruh nantinya.
"Belum nama-namanya, tapi banyak sekali advokat yang mau berjuang bersama buruh di MK," kata Andi kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2020).
Baca juga: KSPSI Akan Ajukan Uji Materiil UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi
Andi mengatakan, pihaknya akan mengajukan uji materiil atau judicial review UU Cipta Kerja ke MK. KSPSI juga sudah mulai membentuk tim hukum untuk melakukan proses uji materill.
"Kami dari KSPSI sudah membentuk tim hukum untuk menggugat (UU Cipta Kerja) ke MK sambil menunggu penomoran dari UU tersebut," ujar dia.
Adapun UU Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Baca juga: Buruh: UU Cipta Kerja adalah Musibah Besar
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
Baca juga: UU Cipta Kerja Dinilai Bawa Kemunduran
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja. UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
Namun, kelompok serikat pekerja berpandangan sebaliknya. Sejumlah ketentuan dalam klaster ketenagakerjaan dianggap mengebiri jaminan hak buruh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.