Polri juga berharap sidang di tempat dapat digelar di daerah-daerah yang sudah siap.
Sanksi yang diberikan mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Lewat peraturan tersebut, Presiden Joko Widodo meminta setiap pemimpin daerah menetapkan peraturan serta sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Baca juga: Polri Minta Perda soal Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Dirampungkan Segera
Sanksi dapat berupa teguran lisan atau teguran tertulis, kerja sosial, denda administratif, hingga penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha.
Kendati demikian, apabila sanksi yang diterapkan dinilai belum efektif, Polri akan memidanakan pelanggar protokol kesehatan.
"Apabila sudah kita ingatkan beberapa kali tidak mau dan tetap melanggar, penerapan UU mau tidak mau, suka tidak suka, akan kita lakukan, walaupun kita paham bahwa penegakan ini adalah ultimum remedium," ucap Wakapolri melalui keterangan tertulis, Minggu (13/9/2020).
Pasal yang disangkakan misalnya Pasal 212 KUHP, Pasal 216 KUHP, Pasal 218 KUHP, serta pasal pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Polemik pelibatan "jeger"
Salah satu langkah dalam operasi ini adalah melibatkan penegak disiplin internal.
Untuk itu, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono berencana memberdayakan preman pasar untuk membantu pengawasan protokol kesehatan di pasar.
"Kita juga berharap penegak disiplin internal di klaster pasar, di situ kan ada 'jeger-jegernya' di pasar, kita jadikan penegak disiplin," kata Gatot di Mako Polda Metro Jaya, Kamis (10/9/2020) seperti dilansir dari ANTARA.
Baca juga: Ini Penjelasan Wakapolri soal Pelibatan Jeger dalam Penerapan Protokol Kesehatan
Namun, menurutnya, aparat TNI-Polri akan tetap mengawasi agar tidak melanggar aturan dan tetap mengedepankan cara humanis.
Rencana tersebut mendapat kritik dari pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto.
Bambang menilai, rencana pelibatan tersebut justru bertentangan dengan upaya memberantas premanisme.
"Kalau benar yang dimaksud Wakapolri 'jeger-jeger' itu adalah preman-preman pasar, sepertinya pandemi Covid-19 ini membuat Wakapolri sesat pikir. Ini bertolakbelakang dengan upaya pemberantasan premanisme," ungkap Bambang saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/9/2020).