JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digelar secara tertutup di Gedung Merah Putih, Selasa (7/7/2020), mengundang banyak pertanyaan.
Pasalnya, peristiwa ini jarang terjadi. Terlebih, selama ini Komisi III dikenal tak pernah akur dengan Komisi Antirasuah tersebut.
"RDP selama ini di Komisi III selalu menampilkan situasi menegangkan, sesuaut yang menarik perhatian publik setiap kali RDP diadakan," ungkap Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada Kompas.com, Rabu (8/7/2020).
Menurut dia, ada agenda tersembunyi yang dibawa oleh Komisi III, sehingga mereka sengaja mendatangi komisi yang berkantor di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan itu.
Hal tersebut terafirmasi, kata Lucius, melalui pernyataan Ketua Komisi III Herman Hery dan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.
Baca juga: RDP Tertutup Komisi III-KPK, Komisioner: Mereka Menanyakan Kasus...
Keduanya mengamini ada pembahasan terkait kasus yang sedang ditangani KPK yang dibahas di dalam pertemuan tersebut. Kendati demikian, keduanya kompak tak membeberkan kepada publik kasus apa yang dimaksud.
"Tentu saja rapat tertutup dan isi pembicaraan terkait sejumlah kasus ini memunculkan dugaan lain bahwa rapat dengar pendapat tersebut bisa saja berisi pembicaraan terkait kasus-kasus yang berkelindan kepentingan dengan penguasa Komisi III atau kelompok tertentu yang berbasis dengan KPK dan menitipkan ke Komisi III untuk proses hukum selanjutnya," ucapnya.
Ia menambahkan, sebagai komisi yang menangani persoalan hukum, Komisi III diisi oleh politisi yang sebagian besar berlatar belakang sebagai pengacara.
"Sebagai politisi mereka bisa saja mewakili kepentingan politisi korup yang separtai atau sekelompok kepentingan dengan mereka. Sebagai pengacara, mereka mungkin saja membawa pesan rekan pengacara yang sedang berurusan dengan KPK karena membela tersangka korupsi," ujarnya.
Baca juga: Saat Komisi III DPR Gelar Rapat di Gedung KPK...
Lucius mengingatkan, anggota DPR tidak boleh memanfaatkan fungsi dan kewenangan yang mereka miliki untuk mengintervensi kasus hukum yang ditangani KPK.
Tugas DPR, imbuh dia, hanya mengontrol kerja KPK dalam menangani kasus, bukan membicarakan kasus per kasus serta proses penanganan yang sedang dilakukan KPK.
"Ada banyak kemungkinan liar yang akhirnya bisa diduga publik, karena Komisi III memilih rapat tertutup dengan KPK untuk membicarakan kasus-kasus yang menarik perhatian publik," ujarnya.
"(Jika hal itu benar, maka) ini bisa dikategorikan penyimpangan kewenangan jika benar bahwa pembicaraan Komisi III dan KPK sudah sampai pada substansi kasus apalagi jika dilakukan dalam ruangan tertutup," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.