Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Status Tahanan Politik 7 Terdakwa Kasus Kerusuhan Papua...

Kompas.com - 18/06/2020, 09:22 WIB
Devina Halim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tujuh terdakwa kerusuhan di Papua telah dijatuhi vonis bersalah atas dugaan makar oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (17/6/2020).

Ketujuhnya terdiri dari Alexander Gobay, Fery Kombo, Hengki Hilapok, Buchtar Tabuni, Irwanus Uropmabin, Steven Itlay, dan Agus Kossay.

Aksi unjuk rasa sempat muncul di berbagai daerah sebelum sidang putusan, yang menuntut kebebasan ketujuh terdakwa.

Sesaat sebelum sidang, Polri mengeluarkan keterangan tertulis. Dalam rilis tersebut, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengklaim ketujuh terdakwa bukan tahanan politik.

"Mereka adalah murni pelaku kriminal yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan di Papua dan khususnya di Kota Jayapura,” kata Argo melalui keterangan tertulis, Rabu.

Baca juga: Polri Klaim 7 Terdakwa Kasus Dugaan Makar asal Papua Bukan Tahanan Politik

Menurut dia, isu bahwa ketujuh terdakwa adalah tahanan politik sengaja digulirkan oleh kelompok-kelompok kecil yang menggelar aksi unjuk rasa.

Argo berdalih, banyak masyarakat Papua menjadi korban atas provokasi yang dilakukan oleh ketujuh orang tersebut.

Polri juga mengklaim telah memiliki bukti sehingga menjerat ketujuhnya dengan dugaan makar.

"Jelas mereka pelaku kriminal, sehingga saat ini proses hukum yang dijalani oleh mereka adalah sesuai dengan perbuatannya," tuturnya.

Baca juga: Data Amnesty: 69 Kasus Pembunuhan di Luar Proses Hukum di Papua, Pelakunya Tak Ada yang Diadili

Definisi pakar hukum

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan pendapat yang berbeda.

Menurut dia, tahanan yang dijerat dengan pasal makar adalah tahanan politik.

Sebab, kata Fickar, makar dikategorikan sebagai kejahatan terhadap keamanan negara yang termasuk dalam delik politik.

"Jadi tahanan yang dihukum penjara karena makar atau kejahatan terhadap negara adalah tahanan politik," ungkap Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.

Baca juga: Pakar: Tahanan yang Dipenjara karena Makar adalah Tahanan Politik

Tangkapan layar majelis hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan, saat sidang putusan tujuh tapol Papua di Balikpapan, Kaltim, Rabu (17/6/2020). KOMPAS.com/ZAKARIAS DEMON DATON Tangkapan layar majelis hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan, saat sidang putusan tujuh tapol Papua di Balikpapan, Kaltim, Rabu (17/6/2020).
Dalam penjelasannya, Fickar mengartikan kata politik sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan negara atau segala tindakan hingga siasat pemerintahan suatu negara.

Menurut dia, kejahatan politik sendiri memiliki pengertian sebagai sebuah kejahatan yang menyerang organisasi maupun hak penduduk yang timbul dari berfungsinya negara.

Maka dari itu, delik politik adalah delik dalam undang-undang hukum pidana politik yang menggunakan motif politik.

"Sedangkan motivasi politik adalah menyalahi (membahayakan atau mengganggu) pelaksanaan hukum kenegaraan," tutur dia.

Baca juga: Veronica Koman: Mau Bicara soal Papua Memang Sulit Setengah Mati

Secara sosiologis, menurut Fickar, kejahatan terhadap keamanan negara disebut sebagai kejahatan politik.

Ia menuturkan, terdapat dua bentuk kejahatan terhadap negara.

Pertama, kejahatan terhadap pemerintah. Salah satu contohnya adalah keinginan mengubah struktur pemerintah di luar konstitusi.

Ada pula kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya, serangan atau ancaman terhadap hak-hak asasi warga atau penyalahgunaan wewenang.

Baca juga: Empat Warga Papua Terlibat Kerusuhan Terbukti Makar, Vonis Hakim Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

Tak berbuat kriminal

Menanggapi pernyataan Polri tersebut, Amnesty International Indonesia mengatakan, ketujuh terdakwa tidak melakukan aksi kriminal.

Diketahui, ketujuhnya ditangkap pada September 2019 setelah kerusuhan di Papua. Saat itu, aksi protes terhadap tindakan rasisme yang diterima mahasiswa asal Papua di Jawa Timur berujung anarkistis.

Menurut Amnesty, ketujuhnya hanya menyampaikan pendapat dalam aksi tersebut.

"Perbuatan mereka bukan aksi kriminal," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.

"Ketujuh aktivis Papua di Balikpapan itu jelas tergolong tahanan hati nurani atau tahanan politik, karena mereka hanya menyuarakan kebebasan berpendapat dan berekspresi secara damai," tuturnya.

Baca juga: 7 Terdakwa Makar asal Papua Tak Berbuat Kriminal, Amnesty Tetap Anggap Tapol

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).KOMPAS.com/Devina Halim Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Hak untuk menyampaikan pendapat, kata Usman, tercantum dalam Pasal 28E ayat 3 UUD 1945.

Bahkan, hak itu juga dijamin hukum internasional. Usman mengacu pada International Convenant of Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.

Sementara itu, terkait tindakan anarkis dalam aksi yang diikuti ketujuh terdakwa, Usman berpandangan, polisi seharusnya menelusuri lebih lanjut.

"Tidak bisa dipungkiri, dalam sebuah unjuk rasa, memang ada pihak-pihak yang melakukan kekerasan, ini yang seharusnya diselidiki lebih lanjut oleh polisi," tutur Usman.

"Bukan malah memidanakan mereka yang berekspresi secara damai," kata dia.

Baca juga: Proses Hukum 7 Tapol Papua Dinilai Bias Rasial dan Tak Penuhi Unsur Keadilan

Sementara itu, peneliti Imparsial Ardi Manto Adiputra menilai, perbuatan tujuh terdakwa tersebut tidak bisa digolongkan ke dalam perbuatan makar sebagaimana yang dituduhkan.

Jika ketujuh terdakwa diyakini terbukti terlibat makar, maka semua orang yang berpartisipasi dalam protes melawan rasisme pada saat itu bisa dikenakan pasal makar.

"Di sinilah kita mengatakan penegakan hukum terhadap mereka sudah diskriminatif sejak awal," tegas Ardi.

Baca juga: 7 Tapol Divonis Makar, Imparsial: Pemerintah Sedang Merasa Terancam

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com