Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Ringan bagi Penyerang Novel, Bukti Hukum Compang-camping hingga Komitmen Jokowi Dipertanyakan

Kompas.com - 13/06/2020, 08:50 WIB
Ardito Ramadhan,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tuntutan hukuman 1 tahun penjara bagi Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dua terdakwa penyerang penyidik senior KPK Novel Baswedan, mendapat kritik pedas dari berbagai arah.

Novel selaku korban dalam peristiwa ini menilai tuntutan ringan tersebut menunjukkan buruknya penegakan hukum di Indonesia karena norma keadilan diabaikan selama jalannya persidangan.

"Saya melihat ini hal yang harus disikapi dengan marah. Kenapa? Karena ketika keadilan diinjak-injak, norma keadilan diabaikan, ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," kata Novel dalam video yang diterima Kompas.com, Jumat (12/6/2020).

Baca juga: Penyerangnya Dituntut Satu Tahun Penjara, Novel Baswedan: Selain Marah, Saya Juga Miris

Menurut Novel, peristiwa yang dialaminya merupakan penganiayaan level tinggi karena direncanakan, menggunakan air keras, serta menyebabkan luka berat.

Namun, Novel heran penganiayaan level tinggi itu hanya 'diganjar' dengan tuntutan hukuman 1 tahun penjara.

"Bayangkan, perbuatan selevel itu yang paling maksimal itu dituntut setahun dan terkesan penuntut justru bertindak seperti penasihat hukum atau pembela dari terdakwanya, ini hal yang harus diproses, dikritisi," kata Novel.

Baca juga: Nuansa Rekayasa Perkara Novel Baswedan, Haris Azhar Nilai Wajar Tuntutan Jaksa Ringan

Novel pun mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan memperbaiki hukum yang "compang-camping" tersebut.

Ia khawatir, tanpa perhatian dari presiden, peristiwa yang dialaminya itu akan berulang dan turut dialami oleh masyarakat lain.

"Kalau pola-pola seperti ini tidak pernah dikritisi, tidak pernah diprotes dengan keras, dan kemudian presiden juga membiarkan, saya sangat meyakini bahwa pola-pola demikian akan mudah atau banyak terjadi kepada masyarakat lainnya ," kata Novel.

Komitmen pemberantasan korupsi dipertanyakan

Ringannya tuntutan hukuman bagi penyerang Novel tersebut membuat komitmen Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengatakan, jaksa penuntut umum semestinya menjadi representasi dari negara dalam memastikan terwujudnya keadilan melalui proses penegakan hukum.

"Komitmen presiden untuk mendukung pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan karena faktanya proses penegakan hukum terhadap kasus ini berjalan lama dengan hasil akhir yang tidak memberikan keadilan bagi korban dan menunjukan lemahnya dukungan terhadap pemberantasan korupsi," kata Yudi.

Baca juga: Perjalanan Kasus Novel Baswedan yang Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa (Bagian 1)

Menurut Yudi, tuntutan ringan tersebut akan berimplikasi bagi kerja pemberantasan korupsi di Indonesia. Salah satunya tidak terlindunginya kerja pemberantasan korupsi, khususnya yang dilakukan KPK.

"Tuntutan rendah ini akan membuat para peneror yang mempunyai maksud untuk mengganggu pemberantasan korupsi tidak merasakan rasa takut untuk menduplikasi atau bahkan mengulangi perbuatan terror terhadap pegawai bahkan pimpinan KPK," kata Yudi.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, kasus penyiraman terhadap Novel merupakan ujian bagi rasa keadilan dan nurani penegak hukum.

Baca juga: Perjalanan Kasus Novel Baswedan yang Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa (Bagian 2)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com