Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Putuskan Kapan Relaksasi PSBB Setelah Dapat Gambaran Puncak Covid-19

Kompas.com - 14/05/2020, 09:06 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian, pemerintah belum memutuskan kapan akan dilakukan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Ia menyebut, kajian internal yang dilakukan kementerian tertentu belum bisa dijadikan pegangan, termasuk kajian internal dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

"Kalau ada kajian internal dari Kementerian Perekonomian yang telah menyebut tanggal kita akan relaksasi, itu sebenarnya belum bisa dijadikan pegangan," ujar Donny dalam diskusi daring yang digelar Populi Center, Rabu (13/5/2020).

Baca juga: Ada Relaksasi PSBB, Bus AKAP di Terminal Kota Tegal Belum Beroperasi

Sebab, kata dia, pemerintah belum mengetahui secara pasti kapan puncak wabah Covid-19 di Indonesia.

Gambaran secara pasti puncak Covid-19 di Indonesia belum bisa diketahui karena tes terhadap terduga pengidap Covid-19 belum maksimal. 

"Karena kita belum dapat gambaran utuh berapa kasus Covid-19 di indonesia, kenapa, sebab tes belum maksimal. Karenanya, presiden memerintahkan harus sesegera mungkin dilakukan tes itu 10.000 per hari," ujar Donny.

Dengan demikian, pemerintah bisa mendapatkan gambaran secara utuh kapan puncak penularan Covid-19.

Setelah data puncak dan tren kenaiman diketahui, pemerintah memiliki kepastian kapan relaksasi PSBB bisa dilakukan.

Sementara itu, kata Donny, fokus pemerintah saat ini adalah menurunkan kurva kasus penularan Covid-19.

"Concern pemerintah adalah kurva kasus Covid-19 bisa segera dilandaikan dan diturunkan supaya memenuhi ketetapan epidemologi agar kemudian kita bisa melonggarkan PSBB," tutur Donny.

Baca juga: Kasus Terus Bertambah, Rusia Jadi Negara Kedua dengan Kasus Tertinggi Covid-19 di Dunia

Adapun pertimbangan epidemologi yang dijadikan pedoman pemerintah dalam pelonggaran PSBB, kata dia, merujuk sejumlah hal.

Pertama, ada penurunan jumlah kasus positif Covid-19 secara konstan selama dua pekan berturut-turut.

Kedua, jika jumlah kematian akibat Covid-19 mengalami penurunan.

"Kemudian, jika tes (identifikasi Covid-19) sudah secara masif dilakukan. Lalu ketika fasilitas kesehatan dan SDM tenaga kesehatan itu siap," kata Donny.

"Sebab kita tidak mau terburu-buru melonggarkan, tetapi akhrinya justru ada gelombang kedua yang akhirnya membuat kita harus menutup kembali," ucap dia. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com