"Kami akan dengarkan semuanya, sehingga kehadiran RUU ini paling tidak bisa ditemukan titik persamaan," imbuh Baidowi.
Syarat pelibatan publik berkualitas harus dipenuhi
Kendati demikian, kualitas pelibatan publik dalam membahas RUU Cipta Kerja diragukan.
Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan menilai pembukaan ruang aspirasi bagi publik hanya formalitas belaka.
Menurut dia, DPR justru terkesan menghindari perdebatan publik dengan menghadirkan opsi ruang aspirasi secara online.
Ia mengatakan substansi dan kualitas pelibatan publik menjadi tak bernilai.
"Membuka ruang itu satu hal. Tapi yang lebih substansial adalah bersedia berdebat mendalami materi omnibus law itu, yang mana, ini yang hilang," kata Ricky, Kamis (2/4/2020).
Baca juga: Baleg: Penundaan Pembahasan Omnibus Law Harus Disepakati DPR dan Pemerintah
"Ketika DPR menghindari perdebatan publik yang mendalam dan berkualitas di proses ini, justru masyarakat harus menaruh curiga kenapa DPR berkukuh meneruskan pembahasannya," imbuh dia.
Secara terpisah, Direktur Jaringan dan Advokasi PSHK Fajri Nursyamsi, juga meminta DPR serius membuka ruang partisipasi publik.
Fajri menegaskan, pelibatan publik merupakan hak masyarakat dan kewajiban bagi DPR untuk memenuhinya.
"Kami mendesak DPR untuk membuka dan mencantumkan di webiste DPR seluruh dokumen terkait, dan membuka semua rapat pembahasannya, agar clear argumentasi pemerintah dan DPR apa terkait dengan pasal tertentu. Jangan ada rapat yang tertutup dan buat semua rapat live," kata Fajri, Kamis (2/4/2020).
Baca juga: RUU Cipta Kerja Tetap Dibahas, PSHK Sesalkan DPR dan Pemerintah Abaikan Suara Publik
Selanjutnya, ia meminta DPR menjamin saluran aspirasi publik agar dapat tersampaikan secara langsung.
Fajri berharap DPR memberikan respons terhadap masukan-masukan yang diberikan publik.
"Ada saluran untuk mewadahi masukan dari publik, apakah itu dalam bentuk RDPU atau semacam alamat email yang dipublikasikan untuk publik memberikan masukan hasil kajian atau langsung usulan redaksional pasal," ujar Fajri.
"Lalu, ada respons terhadap masukan yang diberikan, apakah ditolak atau diterima," tambah dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.