Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Ahli, Idealnya Pemilu Dibagi Jadi Nasional dan Lokal

Kompas.com - 28/02/2020, 19:37 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai, dari enam opsi model pemilu serentak yang disarankan Mahkamah Konstitusi (MK), opsi yang paling mungkin diaplikasikan adalah membagi pemilu menjadi dua, yaitu nasional dan lokal.

Pemilu nasional digelar untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, serta DPD. Sedangkan pemilu lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, gubernur, serta bupati atau wali kota.

"Artinya, dua pemilu serentak," kata Feri kepada Kompas.com, Jumat (28/2/2020).

Baca juga: MK Sarankan 6 Model Pelaksanaan Pemilu Serentak

Menurut Feri, dengan membagi pemilu menjadi nasional dan lokal, garis antara pemerintah pusat dan daerah benar-benar bisa ditegakkan.

Bahwa anggota DPRD adalah bagian dari pemerintah daerah, sedangkan pemerintah pusat terdiri dari presiden dan wakil presiden, DPR dan DPD.

Feri mengatakan, meski MK memberi sejumlah pilihan, DPR harus mempertimbangkan banyak hal untuk menentukan model yang dipilih.

Jangan sampai, pemilu ke depan justru didesain tidak efektif dan menyulitkan penyelenggara.

"Pembuat undang-undang juga harus mempertimbangkan itu, tidak kemudian asal konstitusional lalu kemudian dijadikan pilihan. Jadi selain dia konstitusional juga baik untuk diterapkan," ujar Feri.

Baca juga: Menurut KPU, Ini Model Pemilu Serentak yang Tak Efektif dan jadi Beban

Penyelenggara pemilu pun diminta untuk benar-benar menyiapkan pelaksanaan pemilu secara matang, seperti apapun modelnya.

Berkaca dari pemilu 2019, banyak kendala yang muncul lantaran waktu persiapan yang terlalu singkat. Bahkan, undang-undang pemilu dibahas dalam waktu yang berdekatan dengan pelaksanaan pemilu.

"Mestinya kalau memang ingin hasil yang lebih baik, pembahasan rancangan undang-undangnya sudah dilangsungkan tahun ini, kemudian untuk dipastikan jadwalnya sama dengan para penyelenggara pemilu, bagaimana kemudian ada jarak yang pas untuk itu," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Baca juga: Ini Usul Perludem soal Pelaksanaan Pemilu 2024 agar Tak jadi Beban Penyelenggara

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa keserentakan pemilihan umum yang diatur di Undang-undang Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.

Artinya, ketiga pemilihan wakil rakyat itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Hal itu disampaikan majelis hakim saat sidang putusan uji materi tentang keserentakan pemilu yang diatur dalam Pasal 167 Ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 201 Ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dimohonkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

"Pelaksanaan pemilihan umum yang konstitusional adalah tidak lagi dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota legislatif dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden," kata Hakim Saldi Isra saat membacakan putusan dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).

Atas putusannya, MK memberikan enam opsi model pelaksanaan pemilu. Seluruhnya, menggabungkan pemilu presiden, DPR, dan DPD.

Sisanya, MK menyerahkan pada pembuat undang-undang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com