Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Aturan dalam RUU Cipta Kerja yang Berpotensi Memiskinkan Buruh

Kompas.com - 20/02/2020, 14:27 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Departemen Antarlembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Akbar Rewako mengkritik lima hal dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja. Pertama, terkait ketentuan pengupahan.

Akbar mengatakan, ketentuan pengupahan dalam draf RUU Cipta Kerja berbeda dengan Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU Ketenagakerjaan, upah dihitung berdasarkan kebutuhan hidup layak. 

"Tapi, di draf RUU Cipta Kerja penghitungan upah berdasarkan satuan satuan kerja dan satuan waktu," ujar Akbar saat konferensi pers di Kantor Walhi, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: DPR Janji Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Akan Libatkan Buruh

 

Menurut Akbar, sistem semacam itu akan sangat mereduksi kesejahteraan buruh

kemudian ke depannya, ada potensi penghitungan upah minimum kabupaten/kota ditiadakan. 

"Sebab yang menentukan adalah soal satuan dan waktu," tutur Akbar.

Baca juga: Menaker Bantah RUU Cipta Kerja Hilangkan Upah Minimum dan Pesangon

Kedua, Akbar mengkritik ketentuan pasal 59 UU Ketenagakerjaan yang dihapus dalam draf RUU Cipta Kerja.

Pasal 59 tersebut mengatur kontrak kerja. Menurut Akbar, saat pasal itu dihapus, semua jenis pekerjaan boleh dan sah untuk mempekerjakan buruh dengan sistem kontrak.

Ketiga, Akbar mengkritisi perihal penghapusan pasal-pasal yang mengatur outsourcing dalam draf RUU Cipta Kerja.

Penghapusan ini, menurut dia, berpotensi menyebabkan semua pekerjaan bisa menggunakan sistem outsourcing.

"Bagi kami ini adalah bentuk perbudakan modern. Jadi ada orang hidup bisa kaya dari keringat orang lain," ucap Akbar.

Baca juga: Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Pemerintah Hapus Aturan Batas Kontrak Kerja

Padahal, aturan soal outsourcing yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan sudah memiliki aturan turunan yang lebih spesifik dalam Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2019.

Dalam Permen itu, hanya ada lima bidang pekerjaan saja yang boleh melakukan outsourcing.

"Di antaranya jasa sekuriti, jasa cleaning service dan jasa angkutan, " tegasnya.

Keempat, SGBN mengkritisi sanksi pelanggaran pengupahan yang dihapuskan di draf RUU Cipta Kerja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com