Pada awal Juli, KPK mengungkap, ada salah seorang pengurus DPP PDI Perjuangan yang memerintahkan seorang advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.
Pengajuan gugatan ini terkait dengan meninggalnya Nazarudin Kiemas.
Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019, dan diputuskan bahwa partai adalah penentu suara untuk menetapkan pengganti dari calon meninggal dunia.
Penetapan ini yang kemudian menjadi dasar bagi PDI Perjuangan mengirimkan surat ke KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti Nazarudin.
Baca juga: Hasto Kristiyanto Sebut Proses PAW di PDI-P Tak Bisa Dinegosiasi
Namun kenyataannya, pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin.
Hal itu berdasarkan Keputusan KPU Nomor 1318/PL.01.9-Kpt/06/KPU/VII/2019 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.
Selain Riezky, ada tujuh nama lain yang terpilih dari dapil tersebut yaitu Edhy Prabowo dan Eddy Santana (Gerindra), Kahar Muzakir (Golkar), Fauzi H Amro (Nasdem), Mustafa Kamal (PKS), Achmad Hafisz Tohir (PAN), dan Ishak Mekki (Partai Demokrat).
Pada 13 September 2019, PDI Perjuangan kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan disusul dengan mengirimkan surat berisi penetapan caleg pada 23 September.
Baca juga: Komisioner KPU Wahyu Setiawan Tersangka KPK, Ini Konstruksi Perkaranya
Selanjutnya, Saeful, yang disebut KPK sebagai pihak swasta, menghubungi mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, yang juga merupakan orang kepercayaan Wahyu.
Ia kemudian melobi Agustina agar dapat mengabulkan Harun sebagai PAW.
Berikutnya, Agustina mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saeful kepada Wahyu untuk membantu proses penetapan Harun. Wahyu pun menyanggupinya dengan membalas “Siap, mainkan!”.
Baca juga: Diminta Bantu Harun Masuk Senayan, Komisioner KPU Jawab Siap, Mainkan!