Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/01/2020, 05:01 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Selain Wahyu, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya yakni mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, serta dua pihak swasta bernama Harun Masiku dan Saeful.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, kasus ini bermula pada Juli 2019 ketika seorang pengurus DPP PDI-P meminta seorang advokat bernama Doni mengajukan gugatan terhadap Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019.

"Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDI-P atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020).

Baca juga: Wahyu Setiawan Diduga Minta Rp 900 Juta Urus PAW Caleg PDI-P, Sudah Cair Rp 600 Juta

Gugatan ini kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.

"Penetapan MA ini kemudian menjadi dasar PDI-P berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan HAR (Harun Masiku) sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut," ujar Lili.

Namun, pada 31 Agustus 2019 KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai caleg terpilih menggantikan Nazarudin.

Kemudian, pada tanggal 13 September 2019, PDI-P kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.

Baca juga: Begini Kronologi OTT KPK yang Menjaring Komisioner KPU Wahyu Setiawan

Saeful, disebut KPK sebagai pihak swasta, menghubungi Agustiani dan melakukan lobi untuk mengabulkan Harun sebagai PAW (pergantian antarwaktu).

"Selanjutnya, ATF (Agustiani) mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari SAE (Saeful) kepada WSE (Wahyu) ntuk membantu proses penetapan HAR dan WSE menyanggupi membantu dengan membalas: “Siap, mainkan!”," kata Lili.

Lili menyebut, Wahyu meminta uang sebesar Rp 900 juta untuk dana operasional. Uang tersebut, kata Lili, diberikan kepada Wahyu lewat dua tahap.

Baca juga: Wahyu Setiawan Tersangka, Ketua KPU Lapor ke Presiden dan DPR

Petugas keamanan berjalan di samping ruang kerja Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang disegel KPK di Jakarta, Kamis (9/1/2020). Penyegelan terhadap ruang kerja Wahyu Setiawan dilakukan setelah KPK menangkap tangan Komisioner KPU tersebut bersama tiga orang lainnya pada Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto Petugas keamanan berjalan di samping ruang kerja Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang disegel KPK di Jakarta, Kamis (9/1/2020). Penyegelan terhadap ruang kerja Wahyu Setiawan dilakukan setelah KPK menangkap tangan Komisioner KPU tersebut bersama tiga orang lainnya pada Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/aww.

Pertama, pada pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang masih didalami KPK memberikan uang Rp 400 juta kepada Agustiani, Doni, dan Saeful untuk kemudian diberikan kepada Wahyu.

"WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," ucap Lili.

Lalu, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang Rp 850 juta kepasa Saeful melalui salah seorang staf di DPP PDI-P. Saeful kemudian memberikan Rp 150 juta kepada Doni.

"Sisanya Rp 700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF, Rp 250 juta untuk operasional. Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," kata Lili.

Baca juga: Ketua KPU: Saya Tak Tahu Bagaimana Wahyu Setiawan Bermain

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Caleg Dapil DIY yang Lolos Senayan, Titiek Soeharto Masuk

8 Caleg Dapil DIY yang Lolos Senayan, Titiek Soeharto Masuk

Nasional
PKB Buka Komunikasi dengan Golkar, Gerindra, dan Nasdem untuk Pilkada Jatim

PKB Buka Komunikasi dengan Golkar, Gerindra, dan Nasdem untuk Pilkada Jatim

Nasional
Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Arsul Sani Belum Ajukan Hak Ingkar Tangani Sengketa Pemilu yang Libatkan PPP

Nasional
Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Gugatan Perdata Keluarga Brigadir J Terhadap Ferdy Sambo dkk Lanjut ke Tahap Mediasi

Nasional
Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Hasil Rekapitulasi KPU: PAN Unggul di Provinsi Maluku, Diikuti PKS dan PDI-P

Nasional
Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Mendes Abdul Halim Bantah PKB Ditawari Jatah Kursi di Kabinet Prabowo saat Bertemu Jokowi

Nasional
KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

KPU Rekapitulasi Suara Papua dan Papua Pegunungan Hari Terakhir, Besok

Nasional
Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Ketua PPLN Kuala Lumpur Akui 81.000 Surat Suara Tak Terkirim lewat Pos

Nasional
Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Komite HAM PBB Soroti Netralitas Jokowi pada Pilpres, Komisi I DPR: Dia Baca Contekan

Nasional
Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Caleg Terancam Gagal di Dapil DIY: Eks Bupati Sleman hingga Anak Amien Rais

Nasional
Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Jatam Laporkan Menteri Bahlil ke KPK atas Dugaan Korupsi Pencabutan Izin Tambang

Nasional
Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Draf RUU DKJ: Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada, Pemenangnya Peraih Lebih dari 50 Persen Suara

Nasional
900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

900 Petugas Haji Ikut Bimtek, Beda Pola dengan Tahun Lalu

Nasional
Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Proses Sengketa Pemilu Berlangsung Jelang Lebaran, Pegawai MK Disumpah Tak Boleh Terima Apa Pun

Nasional
Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Budi Arie Mengaku Belum Dengar Keinginan Jokowi Ingin Masuk Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com