JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Seluruh perwakilan fraksi sepakat untuk menambahkan pasal mengenai pembahasan undang-undang yang dapat dilanjutkan oleh keanggotan DPR selanjutnya.
"Seluruh fraksi menyetujui draf yang dihasilkan oleh panja diteruskan di rapat paripurna agar disahkan menjadi draf resmi RUU hasil inisiatif DPR," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Totok Daryanto saat memimpin rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Baca juga: DPR: Kejar Semua Pelaku dan Dalang Kerusuhan di Papua
Dalam rapat tersebut, seluruh fraksi menyepakati ketentuan mengenai periode pembahasan undang-undang.
Dengan demikian seluruh produk legislasi yang belum selesai pada keanggotaan DPR periode 2014-2019 akan dilanjutkan pembahasannya di periode 2019-2024.
Pasal baru itu menyatakan, dalam hal pembahasan rancangan undang-undang belum selesai pada periode masa kenggotaan DPR saat ini, hasil pembahasan rancangan undang-undang tersebut disampaikan pada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, Presiden dan/atau DPD, rancangan undang-undang tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas Jangka Menengah dan/atau Prolegnas Prioritas Tahunan.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan, ada dua alasan yang mendasari penambahan pasal tersebut.
Pertama, untuk menyiasati anggaran pembuatan undang-undang.
Selama ini pembahasan rancangan undang-undang yang sudah berlangsung dalam suatu periode tidak dapat dilanjutkan ke periode selanjutnya.
Dengan demikian pembahasan rancangan undang-undang harus dimulai lagi dari awal pada periode DPR berikutnya dan menghabiskan anggaran lebih besar.
"Sebenernrya concern utama kita adalah karena pembiayaan," ujar Supratman.
Baca juga: Bertemu Jokowi, Bawaslu Usul Revisi UU Cegah Eks Koruptor Maju Pilkada
Alasan kedua yakni menyiasati beban pembuatan legislasi. Sebab, kata Supratman, ada beberapa rancangan undang-undang yang dianggap strategis namun memerlukan waktu yang lama dalam pembahasannya.
Ia mencontohkan proses pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Mungkin ada UU yang dianggap strategis dan itu memerlukan waktu yang cukup untuk menyelesaikannya, misalnya seperti KUHP," kata Supratman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.