Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Bukti Pamungkas Prabowo-Sandi, Akankah Mengubah Hasil Pemilu?

Kompas.com - 18/06/2019, 07:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Seharusnya, sesuai Pasal 475 Ayat (2), Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) hanya berhak menyidangkan dan memutus sengketa pemilu yang berujung pada perubahan suara pemilih.

Berikut aturannya dalam UU Pemilu:

Pasal 475:

(1) Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Sementara apa yang dituduhkan oleh pihak Prabowo-Sandi, jika terjadi kecurangan TSM yang tidak bisa secara nyata menunjukkan adanya perubahan suara, seharusnya diselesaikan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). S

ementara pelaporan terkait semua hal ini di Bawaslu sebagian telah dilakukan dan telah diputus kasusnya. Lalu bagaimana nasib gugatan meski dianggap pamungkas nanti?

Apa yang akan terjadi di depan?

Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, kepada saya mengamini apa yang termaktub dalam Pasal 475 UU Pemilu. Jika diartikan secara tekstual, ia memperkirakan akan sulit gugatan ini bisa dimenangi.

Harus dibuktikan bahwa segala tudingan kecurangan TSM berpengaruh terhadap perolehan suara pemilu ke pihak 01, Jokowi-Ma'ruf. Jika tidak, sesuai UU Pemilu, tidak akan bisa diproses.

Meski demikian, ini terjadi jika hakim konstitusi berlaku secara letterlijk alias faktual, dalam menjalankan UU. Namun, hakim punya hak di luar kondisi biasa, jika menemukan ketidakadilan yang masif dalam pelaksanaan pemilu lalu.

"Sangat bergantung pada hakim, apakah faktual atau tidak. Jika tidak, proses persidangan akan bertarung pada tahap pembuktian," ungkap Zainal.

Kini, kuncinya adalah bagaimana bukti-bukti masif bisa dihadirkan di persidangan sehingga menunjukkan adanya pengaruh perubahan suara yang signifikan pada setiap kecurangan yang dituduhkan. Sidang nanti akan sangat ditunggu pada tahap pembuktian oleh saksi-saksi yang diajukan pihak Prabowo-Sandi.

Akankah mengubah keputusan KPU atau sebaliknya permohonan ditolak seluruhnya seperti 2014?

Segenap masyarakat Indonesia menunggu dan mencermati tahap pembuktian yang akan dimulai pada pekan ini.

 

Saya Aiman Witjaksono...

Salam!

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com