JAKARTA, KOMPAS.com - Kerugian negara akibat korupsi pada 2018 mencapai Rp 9,29 triliun. Hal ini merupakan hasil kajian dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dirilis pada Minggu (28/4/2019).
ICW mengumpulkan data putusan perkara korupsi yang dikeluarkan oleh pengadilan pada tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.
Pengumpulan data dilakukan sejak 1 Januari 2018-31 Desember 2018.
"Hasil pemantauan ICW pada tahun 2018 ada 1.053 perkara dengan 1.162 terdakwa yang diputus pada ketiga tingkatan pengadilan," kata peneliti ICW Lalola Easter dalam paparan di kantor ICW, Jakarta, Minggu sore.
Baca juga: 12 Modus Korupsi Semester I 2018 Berdasarkan Catatan ICW
ICW mencatat, sebaran putusan tindak pidana korupsi pada tahun 2018 adalah 926 terdakwa pada tingkat pengadilan negeri, 208 pada tingkat pengadilan tinggi, dan 28 terdakwa di tingkat MA.
"Permasalahan asset recovery masih menjadi tantangan tersendiri. Dengan kerugian negara sekitar Rp 9,29 triliun, upaya pengembalian kerugian tersebut belum maksimal," ujar dia.
Menurut Lalola, ICW mencatat, vonis pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa kasus korupsi sekitar Rp 805 miliar dan sekitar 3 juta dollar Amerika Serikat.
"Maka hanya sekitar 8,7 persen kerugian negara yang diganti melalui pidana tambahan uang pengganti," kata dia.
Baca juga: Usulan ICW soal Pejabat yang Tak Bisa Mempertanggungjawabkan Harta Kekayaannya
Lalola berharap, aparat penegak hukum bisa memaksimalkan hukuman pidana tambahan uang pengganti.
"Misalnya, Kejaksaan dan KPK perlu memaksimalkan asset recovery dengan merumuskan dakwaan dengan menggunakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) agar kalau bicara pendekatan follow the money itu bisa kelihatan. Sehingga asset recovery itu dilakukan dengan lebih maksimal," kata dia.
Lalola juga menyampaikan alternatif lain, yaitu penerapan pasal gratifikasi di Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Ini salah satu pendekatan yakni pembalikan beban pembuktian secara terbatas dapat digunakan untuk merampas harta-harta yang keabsahan perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata dia.
Baca juga: ICW Tekankan Pentingnya Sanksi Tegas bagi Penyelenggara Negara yang Tak Urus LHKPN
Sebelumnya, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo pernah mengatakan, penegakan hukum yang mempriotaskan pemulihan aset oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK masih lemah.
"Penegakan hukum yang tidak meletakkan prioritasnya pada asset recovery dalam konteks pemberantasan korupsi, itu pasti tidak akan pernah menimbulkan efek jera," kata Adnan, di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Adnan menekankan penegakan hukum yang memprioritaskan pemulihan aset bisa memiskinkan pelaku korupsi.
Hal itu dinilainya juga bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.