Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembubaran Partai Politik Diusulkan sebagai Langkah Radikal Berantas Korupsi

Kompas.com - 28/03/2019, 08:41 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai bahwa perlu ada langkah radikal untuk membebaskan Indonesia dari praktik korupsi.

Salah satu langkah radikal yang dapat diterapkan, menurut Titi, yakni pembubaran partai politik yang para petingginya terbukti terlibat dalam kasus korupsi.

"Kalau saya ditanya (soal langkah radikal agar Indonesia bebas korupsi), bubarkan partai politik yang elitenya korupsi. Ketua umum, sekjen dan bendahara," ujar Titi di acara Satu Meja bertajuk 'Lawan Korupsi, Parpol Bisa Apa?' yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (27/3/2019) malam.

Baca juga: Menurut KASN, Begini Modus Parpol Bermain Jual Beli Jabatan di Kementerian

Seperti diketahui, tidak sedikit petinggi partai politik yang terjerat kasus korupsi.

Beberapa di antaranya adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali dan mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.

Terakhir, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus suap.

Baca juga: KASN: Ada Intervensi Parpol dalam Penentuan Jabatan di Kementerian

Titi mengatakan, wacana pembubaran partai politik bisa saja diterapkan jika melihat negara-negara lain.

Ia mencontohkan saat Mahkamah Konstitusi Thailand membubarkan parpol peserta pemilu, seminggu sebelum hari pemungutan suara karena mencalonkan keluarga kerajaan.

"Di kita wacana itu masih jauh sekali. Kalau mau radikal, radikal sekalian," kata Titi.

Baca juga: Lawan Korupsi, Parpol Bisa Apa?

"Jadi kalau terbukti ada aliran uang korupsi yang masuk ke dalam partai atau kemudian triumvirat itu melakukan korupsi ya radikal sekalian," ucapnya.

Titi berpandangan sanksi pembubaran partai politik yang terjerat kasus korupsi bukan sebagai upaya yang berlebihan.

Sanksi tegas diperlukan, mengingat partai politik memiliki akses terhadap kekuasaan yang sangat besar melalui kewenangan mencalonkan presiden, kepala daerah, anggota DPR dan DPRD.

Baca juga: Tak Laporkan Dana Kampanye, 4 Parpol di Ngada Flores Didiskualifikasi dari Pileg 2019

"Karena parpol ini mengakses semua kekuasaan besar. Mencalonkan presiden, DPR, DPRD, kepala daerah dan sebagainya. Kalau tidak ada implikasi seperti itu. Akan berulang terus," ucap Titi.

Pada kesempatan yang sama, pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, langkah pembubaran partai politik diatur dalam Undang-undang Mahkamah Kontitusi (UU MK).

Baca juga: Elektabilitas Parpol Menurut Survei Terbaru Tiga Lembaga

MK memiliki kewenangan untuk membubarkan partai polutik meski terbatas pada persoalan ideologi yang mengancam keutuhan negara.

Namun, kata Zainal, ketentuan tersebut dapat diperluas maknanya ke praktik korupsi.

"Pembubaran partai di MK itu lebih banyak bercorak ideologi, padahal seharusnya bisa dilebarkan maknanya bahwa yang namanya mengancam keutuhan negara itu termasuk misalnya praktik koruptif," ujar Zainal.

Kompas TV Jelang kampanye rapat umum Pemilu 2019 besok Badan Pemenangan Prabowo-Sandi melakukan pertemuan dengan pimpinan Parpol pengusung Prabowo-Sandi di kediaman Prabowo Subianto di jalan Kertanegara, Jakarta. Pertemuan ini dihadiri ketua BPN Prabowo-Sandi Djoko Santoso tampak pula para Sekjen Parpol koalisi pengusung Prabowo-Sandi seperti Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani, sekjen partai Demokrat Hinca Panjaitan dan Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso. #BPN #PrabowoSubianto #Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com